Pages

Muhamad Masikin's Slidely by Slidely Slideshow

Rabu, 24 April 2013

Manajemen Perbankan Syariah



BAB I
PENDAHULUAN

Istilah bank berasal dari bahasa italia yaitu banco yang berarti kepingan papan tempat buku, sejenis meja. Kemudian penggunaanya diperluas untuk menunjukan “meja” tempat penukaran uang, yang digunakan oleh para pemberi pinjaman dan pedagang valuta dieropa, pada abad pertengan untuk memamerkan uang mereka. Dari sisnilah awal mula timbulnya perkataan bank. Banco atau meja para pengusaha bank pada abad pertengahan akan dimusnahkan oleh hal layak ramai jika ia gagal menjalankan fungsinya, dari sinilah timbulnya istilah “bankkrut”.
Undang-undang perbankan newyork mendefinisikan pengertian bank sebagai segala tempat transaksi valuta setempat, juga merupakan tempat usaha yang berbentuk trust, pemberian diskonto dan memperjualbelikan surat kuasa, draft,rekening, dan sistem peminjaman., menerima deposito dan semua bentuk surat berharga, memberi pinjaman uang dengan memberikan jaminan bernetuk harta maupun keslamatn pribadi dan memperdagangkan emas batangan, perak, dan rekening bank.[1]
Dalam undang-undang nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah pasal 4 dijelaskan fungsi bank syariah adalah menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat, fungsi sosial dalam bentuk lembaga baitul mall, menghimpun dana sosial yang berasal dari dana wakaf uang dan menyalurkanya kepada pengelola wakaf (nadzir).[2] Dari beberapa fungsi di atas makalah kami hanya menjelaskan fungsi bank sebagai penghimpun dan penyalur dana.





BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENYALURAN DANA
Dalam menyalurkan dananya kepada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi kedalam empat kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaanya yaitu :
1.      Pembiayaan dengan prinsip jual-beli
2.      Pembiayaan dengan prinsip sewa
3.      Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil
4.      Pembiayaan dengan akad pelengkap
Pada kategori pertama dan kedua, tingkat keuntungan ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang atau jasa yang dijual.[3] Produk yang termasuk dalam kelompok ini adalah produk yang menggunakan prinsip jual beli seperti murabahah, salam, dan istisnha, serta produk yang menggunakan prinsip sewa yaitu ijarah. Sedangkan pada kategori ketiga, produk perbankan yang termasuk kedalam kelompok ini adalah musyarakah dan mudharabah.[4] Sedangkan pembiayaan pelengkap ditujukan untuk memperlancar pembiayaan dengan menggunakan tiga prinsip diatas.
1.      Prinsip Jual Beli (Ba’i)
Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda (transfer of property). Tingkat keuntungan bank ditentukan didepan dan menajdi bagian harga atas barang yang dijual. Transaksi jual beli dapat dibedakan berdasarkan bentuk pembayaraannya dan waktu penyerahan barangnya, yakni sebagai berikut :
a.       Pembiayaan Murabahah
Murabahah berasal dari kata ribhu (keuntungan) adalah transaksi jual beli dimana bank menyebut jumlah keuntunganya. Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli.
Kedua belah pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Dalam perbankan, murabahah selalu dilakukan dengan cara pembayaran cicilan, (bi tsaman ajil, atau muajjal). Dalam transaksi ini barang diserahkan segera setelah akad, sementara pembayaran dilakukan secara tangguh atau cicilan.
b.      Pembiayaan Salam
Salam adalah transaksi jual beli dimana barang yang diperjualbelikan belum ada. Oleh karen itu, barang diserahkan secara tangguh sementara pembayaran dilakukan tunai. Bank bertindak sebagai pembeli, sementara nasabah sebagai penjual. Dalam transaksi ini kuantitas, kualitas, harga dan waktu penyerahan barang harus ditentukan secara psati.
Dalam praktik perbankan, ketika barang telah diserahkan kepada bank, maka bank akan menjualnya kepada rekanan nasabah atau kepada nasabah itu sendiri secara tunai atau cicilan. Harga jual yang ditetapkan oleh bank adalah harga beli bank dari nasabah ditambah keuntunga. Dalam hal bank menjualnya secara tunai biasanya disebut pembiayaan talangan (bridging financing), sedangkan dalam hal bank menjualnya secara cicilan, kedua pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad.
Terdapat beberapa Ketentuan umum pembiayaan salam diantaranya adalah sebagai berikut :
·         Pembelian hasil produksi harus diketahui spesifikasinya secara jelas seperti jenis, macam, ukuran, mutu, dan jumlahnya.
·         Apabila hasil produksi yang diterima cacat atau tidak sesuai dengan akad maka nasabah harus bertanggung jawab dengan cara antara lain mengembalikan dana yang telah diterimanya atau mengganti barang yang sesuai dengan pesanan
·         Mengingat bank tidak menjadikan barang yang dibeli atau dipesanya sebagai persediaan (inventory), maka dimungkinkan bagi bank untuk melakukan akad salam kepada pihak ketiga (pembeli kedua).
c.       Pembiayaan Istisnha
Produk istisnha menyerupai produk salam tapi dalam istisnha pembayaranya dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali (termin) pembayaran. Ketentuan umum pembiayaan istisnha adalah spesifikasi barang pesanan harus jelas seperti jenis, macam, ukuran, mutu, dan jumlahnya. Harga jual yang telah disepakati dicantumkan dalam akad istisnha dan tidak boleh berubah selama berlakunya akad. Jika terjadi perubahan dari kriteria pesanan dan terjadi perubahan harga setelah akad ditandatangani, seluruh biaya tambahan tetap ditanggung nasabah.
2.      Prinsip Sewa
Pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, tapi perbedaanya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya adalah barang, sedangkan pada ijarah objek transaksinya adalah jasa.
Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual barang yang disewakannya kepada nasabah. Karena itu dalam perbankan syariah dikenal dengan ijarah muntahhiyah bittamlik (sewa yang diikuti dengan berpindahnya kepemilikan). Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian.
3.      Prinsip Bagi Hasil
Produk pembiayaan syariah yang didasarkan atas prinsip bagi hasil adalah sebagai berikut :
a.       Pembiayaan Musyarakah
Transaksi musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerja sama untuk meningkatkan nilai aset yang mereka miliki secara bersama-sama. Semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih dimana mereka secara bersama-sama memadukan seluruh bentuk sumber daya baik yang berwujud maupun tidak berwujud
Secara spesifik bentuk kontribusi dari pihak yang bekerja sama dapat berupa dana, barang perdagangan, kewiraswastaan, kepandaian, kepemilikan, peralatan atau seperti hak paten (goodwill), kepercayaan/reputasi, dan barang-barang lainya yang dapat dinilai dengan uang.
Terdapat beberapa ketentuan umum pembiayaan musyarakah adalah sebagai berikut :
·         Semua modal disatukan untuk dijadikan modal proyek musyarakah dan dikelola bersama-sama. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam menentukan kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana proyek.
·         Biaya yang timbul dalam pelaksanaan proyek dan jangka waktu proyek harus diketahui bersama. Keuntungan dibagi sesuai porsi kesepakatan sedangkan kerugian dibagi sesuai dengan porsi kontribusi modal.
·         Proyek yang akan dijalankan harus disebutkan dalam akad. Setelah proyek selesai nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank
b.      Pembiayaan Mudharabah
Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak dimana pemilik modal (shahib al-maal) mempercayakan sejumlah kepada pengelola (madharib) dengan suatu perjanjianpembagian keuntungan. Perbedaan yang esensial dari musyarakah dan mudharabah terletak pada besarnya kontribusi atas manajemen dan keuangan atau salah satu diantara itu. Dalam mudharabah, modal hanya berasal dari satu pihak sedangkan dalam musyarakah modal berasal dari dua pihak atau lebih.
Terdapat beberapa ketentuan umum pembiayaan mudharabah adalah sebagai berikut :
·         Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal harus diserahkan tunai dan dapat berupa uang atau barang yang dinyatakan nilainya dalam satuan uang. Apabila modal diserahkan secara bertahap, haris jelas tahapanya dan disepakati bersama.
·         Hasil dari pengelolaan modal pembiayaan mudharabah dapat diperhitungkan dengan cara yakni :
-          Perhitungan dari pendapatn proyek
-          Perhitungan dari keuntungan proyek
·      Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad, pada setiap bulan atau waktu yang disepakati. Bank selaku pemilik modal menanggung seluruh kerugian kecuali akibat kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah.
·      Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan namun tidak berhak mencampuri urusan pekerjaan atau usaha nasabah.

B.     PENGHIMPUNAN DANA
Penghimpunan dana di bank Syariah dapat berbentuk giro, tabungan dan deposito. Semuanya akan dijelaskan di bawah ini . 
1.      Giro Syari’ah
Secara umum yang dimaksud dengan giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek,bilyet giro, sarana perintah bayar lainnya atau dengan pemindahbukuan. Adapun dengan yang dimaksud giro syari’ah adalah giro yang dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Dalam hal ini, Dewan Syari’ah Nasional telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa giro yang dibenarkan secara syari’ah adalah giro yang dijalankan berdasarkan prinsip wadiah dan mudharabah.
a.       Giro Wadiah
Giro wadiah adalah giro yang dijalankan berdasarkan akad wadiah, yakni titipan murni yang setiap saat dapat diambil jika pemiliknya menghendaki. Dalam konsep wadiah yad al-dhamanah, pihak yang menerima titipan boleh menggunakan atau memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan.
Dalam kaitannya dengan produk giro, bank syariah menerapkan prinsip wadiah yad dhamanah, yakni nasabah bertindak sebagai penitip yang memberikan hak kepada bank syariah untuk menggunakan atau memanfaatkan uang atau barang titipannya, sedangkan bank syariah bertindak sebagai pihak yang dititipi yang disertai hak untuk mengelola dana titipan dengan tanpa mempunyai kewajiban memberikan bagi hasil dari keuntungan pengelolaan dana tersebut. Namun demikian, bank syariah diperkenankan memberikan insentif berupa bonus dengan catatan tidak disyaratkan sebelumnya.
Dari pemaparan diatas, dapat dinyatakan beberapa keuntungan umum giro wadiah sebagai berikut:
·         Dana wadiah dapat digunakan oleh bank untuk kegiatan komersial dengan syarat bank harus menjamin pembayaran kembali nominal dana wadiah tersebut.
·         Keuntungan atau kerugaian dari penyaluran dana menjadi hak milik atau ditanggung bank, sedang pemilik dana tidak dijanjikan imbalan dan tidak menanggung kerugian. Bank dimungkinkan memberikan bonus kepada pemilik dana sebagai suatu insentif untuk menarik dana masyarakat tapi tidak boleh diperjanjikan di muka.
·         Pemilik dana wadiah dapat menarik kembali dananya sewaktu –waktu (on call) baik sebagian ataupun seluruhnya.
Pada prinsipnya, teknik perhitungan bonus wadiah dihitung dari saldo terendah dalam satu bulan. Namun demikian bonus wadiah dapat diberikan kepada giran sebagai berikut.
1.      Saldo terendah dalam satu bulan takwim diatas Rp 1.000.000,- (bagi rekening yang bonus wadiahnya dihitung dari saldo terendah)
2.      Saldo rata-rata harian dalam satu bulan takwim di atas Rp 1.000.000,-  (bagi rekening yang bonus gironya dihitung dari saldo rata-rata harian)
3.      Saldo hariannya diatas Rp 1.000.000,- (bagi rekening yang bonus wadiahnya dihitung dari saldo harian)
b.      Giro Mudharabah
Giro mudharabah adalah giro yang dijalankan berdasarkan akad mudharabah . Mudharabah mempunyai dua bentuk yakni mudharabah mutlaqah dan mudharabah muqayyada, yang perbedaan antara keduanya terletak pada ada atau tidaknya persyaratan yang diberikan pemilik dana kepada bank dalam mengelola hartanya, baik dari sisi tempat , waktu, maupun objek investasinya.
Beberapa ketentuan umum giro berdasarkan mudharabah sebagai berikut:
·         Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul mal atau pemilik dana, dan bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana
·         Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengaan prinsip syari’ah dan mengembangkannya, termasuk didalamnya mudharabah dengan pihak lain
·         Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan bukan piutang
·         Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam bentuk akad pembukaan rekening
·         Bank sebagai mudharib menutup biaya oprasional giro dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya
·         Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan

2.      Tabungan Syari’ah
Berdasarkan Undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan, yang dimaksud dengan tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.
Adapun yang dimaksud dengan tabungan syari’ah adalah tabungan yang dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip syari’ah. Dalam hal ini, Dewan Syari’ah Nasional telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa tabungan yang dibenarkan adalah yang berdasarkan prinsip wadi’ah dan mudharabah.
a.       Tabungan Wadiah
Tabungan wadiah merupakan tabungan yang dijalankan berdasarkan akad wadiah, yakni titipan murni yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat sesuai dengan kehendak pemiliknya.  Berkaitan dengan produk tabungan wadiah, Bank Syari’ah menggunakan akad wadiah dan yad adh-damanah. Dalam hal ini, nasabah bertindak sebagai penitip yang memberikan hak kepada Bank Syari’ah untuk menggunakan atau memanfaatkan uang atau barang titipannya. Sedangkan bank syari’ah bertindak sebagai pihak yang dititipi dana atau barang yang disertai hak untuk menggunakan atau memanfaatkan dana atau barang tersebut. Sebagai konsekuensinya, bank bertanggung jawab terhadap keutuan harta titipan tersebut serta mengembalikannya kapan saja pemiliknya menghendaki. Di sisi lain, bank juga berhak sepenuhnya atas keuntungan dari hasil penggunaan atau pemanfaatan dana atau barang tersebut.
Mengingat wadiah yad dhamanah ini memepunyai implikasi hukum yang sama dengan qardh, maka nasabah penitip dan bank tidak boleh saling menjanjikan untuk membagihasilkan keuntungan harta tersebut. Namun demikian, bank diperkenankan memberikan bonus kepada pemilik harta titipan selama tidak disyaratkan dimuka. Dengan kata lain, pemberian bonus merupakan kebijakan bank syari’ah semata yang bersifat sukarela.
Dalam hal bank berkeinginan untuk memberikan bonus wadiah, ada beberapa metode yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
·         Bonus wadiah atas dasar saldo terendah
·         Bonus wadiah atas dasar saldo rata-rata harian
·         Bonus wadiah atas dasar saldo harian
Rumus yang digunakan dalam memperhitungkan bonus tabungan wadiah adalah sebagai berikut:
1.      Bonus wadiah atas dasar saldo terendah, yakni tarif bonus wadiah dikalikan dengan saldo terendah bulan yang bersangkutan.
Tarif bonus wadiah x saldo terendah bulan ybs
 


2.      Bonus wadiah atas dasar saldo rata-rata harian, yakni tarif bonus wadiah dikalikan dengan saldo rata-rata harian bulan yang bersangkutan.
Tarif bonus wadiah x saldo rata-rata harian bulan ybs

 


3.      Bonus wadiah atas dasar saldo harian, yakni tarif bonus wadiah dikalikan dengan saldo harian yang bersangkutan dikali hari efektif.
Tariff bonus wadiah x saldo harian ybs x hari efektif

 


Dalam perhitungan pemberian bonus wadiah tersebut, hal-hal yang harus diperhatikan adalah :
1.      Tarif bonus wadiah merupakan besarnya tarif yang diberikan bank sesuai ketentuan.
2.      Saldo terendah adalah saldo terendah dalam 1 bulan
3.      Saldo rata-rata harian adalah total saldo dalam 1 bulan dibagi hari bagi hasil sebenarnya menurut bulan kalender. Misalnya, bulan januari 31 hari. Bulan februari 28/29 hari. Dengan catatan 1 tahun 365 hari.
4.      Saldo harian adalah saldo pada akhir hari.
5.      Hari efektif adalah hari kalender tidak termasuk hari tanggal pembukaan atau tanggal penutup, tapi termasuk hari tanggal tutup buku.
6.      Dana tabungan yang mengendap kurang dari 1 bulan karena rekening baru dibuka awal bulan atau ditutup tidak pada akhir bulan tidak mendapatkan bonus wadiah kecuali apabila peritungan bonus wadiahnya atas dasar saldo harian.
b.      Tabungan Mudharabah
Tabungan mudharabah adalah tabungan yang dijalankan berdasarkan akad mudharabah. Mudharabah mempunyai dua bentuk, yakni mudharabah mutlaqah dan mudharabah muqayyadah, perbedaan diantara keduanya terletak pada ada atau tidaknya persyaratan yang diberikan pemilik dana kepada bank dalam mengelola hartanya. Dalam hal ini, Bank Syari’ah bertindak sebagai mudharib (pengola dana), sedangkan nasabah bertindak sebagai shahibul mal (pemilik dana). Bank Syari’ah dalam kapasitasnya sebagai mudharib, mempunyai kuasa untuk melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah serta mengembangkannya, termasuk melakukan akad mudharabah dengan pihak lain. Namun disisi lain, Bank Syari’ah juga memiliki sifat sebagai seorang wali amanah (trustee), yang berarti bank harus berhati-hati atau bijaksana serta beritikad baik dengan bertanggung jawab atas segala sesuatu yang timbul akibat kesalahan.
Perhitungan bagihasil mudharabah dilakukan berdasarkan saldo rata-rata harian yang dihitung ditiap akhir bulan dan di buku awal bulan berikutnya. Rumus perhitungan bagi hasil  tabungan mudharabah adalah sebagai berikut:

                                                                                                                            
3.      Deposito Syariah
      Deposito syari’ah adalah deposito yang dijalankan berdasarkan prinsip syari’ah. Dalam hal ini, Dewan Syari’ah Nasional MUI telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bawha deposito yang dibenarkan adalah deposito yang berdasarkan prinsip mudharabah.
      Dalam hal ini bank syari’ah bertindak sebagai mudharib (pengelola dana), sedangkan nasabah bertindak sebagai shahibul mal (pemilik dana). Dalam kepastiannya sebagai mudharib, bank syariah dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangna dengan prinsip syari’ah serta mengembangkannya, termasuk melakukan akad mudharabah dengan pihak ketiga.
      Dari hasil pengelolaan dana mudharabah, bank syari’ah akan membagi hasilkan kepada pemilik dana sesuai dengan nisbah yang telah disepakati dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening. Dalam mengelola dana tersebut, bank tidak bertanggung jawab terhadap kerugian yang bukan disebabkan oleh kelalaiannya. Namun, apabila yang terjadi adalah miss management (salah urus), bank bertanggung jawab penuh terhadap kerugian tersebut.
      Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pihak pemilik dana,terdapat 2 bentuk mudharabah, yaitu:
a.       Mudharabah Mutlaqah (Unrestricted Investment Account, URIA)
            Dalam deposito mudharabah mutlaqah (URIA) pemilik dana tidak memberikan batasan atau persyaratan tertentu kepada bank syari’ah dalam mengelola investasinya, baik yang berkaitan dengan tempat, cara maupun objek investasinya. Dengan kata lain, bank syari’ah mempunyai hak dan kebebasan sepenuhnya dalam menginvestasikan dana URIA ini ke berbagai sector bisnis yang diperkirakan akan memperoleh keuntungan.
            Dalam menghitung bagi hasil deposito mudharabah mutlaqah (URIA) basis perhitungan adalah hari bagi hasil sebenarnya, termasuk tanggal tutup buku, namun tidak termasuk tanggal pembukaan deposito mudharabah mutlaqah (URIA) dan tanggal jatuh tempo. Sedangkan jumlah hari dalam sebulan yang menjadi angka penyebut atau angka pembagi adalah hari kalender bulan yang bersangkutan (28 hari sampai 31 hari) .
            Rumus perhitungan bagi hasil deposito mudharabah mutalaqah adalah sebagai berikut:


Pembayaran bagi hasil deposito mudharabah mutlaqah (URIA) dapat dilakukan melalui dua metode yaitu:
1.      Anniversary date
2.      End of month
Dalam hal pencairan deposito mudharabah mutlaqah (URIA) dengan pembayaran bagi hasil bulanan yang dilakukan sebelum tanggal jatuh tempo, bank syari’ah dapat mengenakan denda (penalty) kepada nasabah yang bersangkutan sebesar 3% dari nominal bilyet deposito mudharabah mutlaqah (URIA). Klausul denda harus ditulis dalam akad dan dijelaskan kepada nasabah pada saat pembukaan deposito mudharabah mutlaqah (URIA) semua jangka waktu (1,3,6 dan 12 bulan) untuk disepakati bersama oleh nasabah dan bank. Dalam hal ini, bagi hasil yang menjadi hak nasabah dan belum dibayarkan, harus dibayarkan.
b.      Mudharabah Muqayyadah (Restricted Investment Account, RIA)
Berbeda halnya dengan deposito mudharabah mutlaqah (URIA), dalam deposito mudharabah muqayyadah (RIA), pemilik dana memberikan batasan atau persyaratan tertentu kepada bank syari’ah dalam mengelola investasinya, baik yang berkaitan dengan tempat, cara maupun objek investasinya. Dengan kata lain, bank syari’ah tidak mempunyai hak dan kebebasan sepenuhnya dalam menginvestasikan dana RIA ini ke berbagai sektor bisnis yang diperkirakan akan memperoleh keuntungan.
Dalam menggunakan dana deposito mudharabah muqayyadah (RIA) ini, terdapat dua metode yaitu:
1.      Cluster pool of fund
Yaitu penggunaan dana untuk beberapa proyek dalam suatu jenis industry bisnis. Rumus perhitungan bagihasil cluster pool of fund :


Dalam hal ini, pembayaran bagihasil deposito mudharabah muqayyadah (RIA) dapat dilakukan melalui metode sebagai berikut:
·         Anniversary date
·         End of month
2.      Spesific product  
Yaitu penggunaan dana untuk suatu proyek tertentu. Rumus perhitungan bagihasil specific proect

 



Dalam hal pencairan deposito mudharabah mutlaqah (URIA) dengan pembayaran bagi hasil bulanan yang dilakukan sebelum tanggal jatuh tempo, bank syari’ah dapat mengenakan denda (penalty) kepada nasabah yang bersangkutan sebesar 3% dari nominal bilyet deposito mudharabah mutlaqah (URIA). Klausul denda harus ditulis dalam akad dan dijelaskan kepada nasabah pada saat pembukaan deposito mudharabah mutlaqah (URIA) semua jangka waktu (1,3,6 dan 12 bulan) untuk disepakati bersama oleh nasabah dan bank. Dalam hal ini, bagi hasil yang menjadi hak nasabah dan belum dibayarkan, harus dibayarkan.







BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
            Pada dasarnya, produk yang ditawarkan oleh perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu :
1.      Produk Penyaluran Dana
a.       Pembiayaan dengan prinsip jual beli
Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda. Tingkat keuntungan bank ditentukan didepan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual.
b.      Pembiayaan dengan prinsip sewa
Pada dasarnya prinsip sewa sama halnya dengan prinsip jual beli tetapi perbedaanya terletak pada objek transaksinya.
c.       Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil
d.      Pembiayaan dengan prinsip akad pelengkap
2.      Produk Penghimpunan Dana
a.       Giro Syariah
b.      Tabungan Syariah
tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.
c.       Deposito Syariah
Deposito syari’ah adalah deposito yang dijalankan berdasarkan prinsip syari’ah.






DAFTAR PUSTAKA

Ø  Adiwarman , Karim . Bank Islam Edisi Kedua. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada . 2004 .
Ø  Adiwarman, Karim . Bank Islam Edisi Keempat . Jakarta : PT Raja Grafindo Persada . 2004 .
Ø  Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, Edisi Revisi Tahun 2006 .
Ø  Kasmir. Manajemen Perbankan. Jakarta : PT Raja Grafindo . 2000 .
Ø  Muslehudin, Muhammad.  Sistem Perbankan Dalam Islam.: Rineka Citra . 2007 .
Ø  Syafi’i, Antonio M . Bank Syariah . Jakarta : Gema Insani . 2001 .
Ø  Undang-Undang Republik Indonesia


[1] Muhammad Muslehudin. Sistem perbankan dalam islam. Jakarta : Rineka Citra. 2007. Hal.1-2
[2] Undang-Undang Republik Indonesia nomor 22 Tahun 2008 pasal 4 tentang Perbankan Syariah
[3] Dalam Bab 5 kita telah membahas bahwa akad jual beli dan sewa termasuk kedalam natural certainly contracts (NCC), karena itu tingkat returnnya dapat diprediksi dengan relatif pasti (fixed and predetermined), baik jumlah (amount) maupun waktu (timing) cash flow-nya.
[4] Dalam bab 5 kita juga telah membahas bahwa akad bagi hasil atau investasi termasuk ke dalam natural uncertainty contracts (NCC), karena itu tingkat returnnya tidak dapat diprediksi dengan relatif pasti (not fixed and not predetermined), baik jumlah (amount) maupun waktu (timing) cash flownya. Dengan demikian untung rugi dinikmati bersama.

0 komentar:

Posting Komentar