Resensi Buku
Judul
buku :Tren Pluralisme Agama, sub bab Teologi
Global
Penulis
: Dr. Anis Malik Thoha
Penerbit
: Perspektif ( Kelompok Gema Insani)
Cetakan
: tahun 2005
Tebal
: 298
halaman
A. Pendahuluan
Pluralisme
agama pada awalnya ternyata digaungkan oleh para misionaris kristen dengan
tujuan untuk melemahkan agama-agama lain, khususnya Islam. Tapi ternyata justru
tren itu juga mengerogoti agama kristen itu sendiri.
Dr.Anis
Malik Thoha, salah satu pakar pluralisme
agama di indonesia telah meluncurkan karya luar biasanya, yakni Tren Pluralisme
Agama: Tinjauan Kritis. Buku tersebut mengkaji
dengan komprehensif dan mendalam tentang makna pluralisme dan istilah – istilah lainya
yang sedang menjamur pada saat ini.
Dalam
bukunya, Dr.Anis Malik Toha mengutip definisi populer dari Pluralisme Agama
yang dirumuskan John Hick. “..pluralisme agama adalah suatu gagasan bahwa agama
– agama besar dunia merupakan persepsi dan konsepsi yang berbeda tentang, dan
secara bertepatan merupakan respon yang beragam terhadap Yang Real atau Yang
Maha Agung dari dalam pranata kultural manusia yang bervariasi dan bahwa
tranformasi wujud manusia dari pemustan diri menuju pemusatan hakikat terjadi
secara nyata dalam setiap masing – masing pranata kultural manusia tersebut
terjadi, sejauh yang dapat diamat, sampai pada batas yang sama.”
Dengan
kata lain, Hick ingin menegaskan bahwa sejatinya semua agama adalah merupaka
manifestasi – masifestasi dari realitas yang satu. Dengan demikian semua agama
sama dan tak ada yang lebih baik dari yang lain. Sangat jelas, rumusan Hick
tentang pluralisme agama diatas adalah berangkat dari pendekatan substantif,
yang mengungkung agama dalam ruang ( privat ) yang sangat sempit, dan memandang
agama lebih sebagai konsep hubungan manusia dengan kekuatan sakral yang
transendental dan bersifat metafisik ketimbang sebagai suatu sistem sosial.
Dengan
demikian telah terjadi proses pengebirian dan “reduksi” pengertian agama yang
sangat dahsyat. Sesungguhnya, pemahaman agama yang reduksinstik inilah yang
merupakan “pangkal permasalahan” sosio-teologis modern yang sangat akut dan
komplek yang tak mungkin diselesaikan dan ditemukan solusinya kecuali dengan
mengebalikan “agama” itu sendiri ke habitat aslinya. Ketitik orbitnya yang
sebenarnya, dan kepada pengertiannya yang benar dan komprehensif, tak
reduksionisti.
Menurut
Dr.Anis, ternyata “pemahaman reduksionistik” inilah justru yang semakin populer
dan bahkan diterima di kalangan para ahli dari disiplin ilmu dan pemikiran yang
berbeda, hingga menjadi sebuah fenomena baru dalam pemikiran manusia yang
secara diametral berbeda dengan apa yang sudah dikenali secara umum.
Yang
unik dalam fenomena baru ini adalah bahwa pemikiran “persamaan” agama
(religious equality) ini, tidak saja dalam memandang ekssistensi riil
agama-agama (equality on exixtence), namun juga dalam memandang aspek esensi
dan ajrannya, sehingga dengan demikian diharapkan akantercipta suatu kehidupan bersama
anatar agama yang harmonis, penuh toleransi, saling menghargai atau apa yang
diimpikan oleh para “pluralis” sebagai “pluralisme agama”. Alih alih
menciptakan kerukuan dan toleransi, paham pluralisme agama itu sendiri
sebenarnya sangat tidak toleran, otoriter, dan kejam, karena menafikan
kebenaran semua agama, meskipun dengan jargon menerima kebenaran semua
agama.Dengan dalih Piagam Hak Asasi PBB, maka semua agama harus tunduk dan
patuh. Bahkan penganutnya mengangap Piagam PBB lebih pluralisme agama.
B. Definisi dan sejarah munculnya pluralisme agama
Secara
epistimologis pluralisme agama berasal dari dua kata yaitu “pluralisme” dan
“agama”. Dalam bahasa arab disebut “al-ta’addudiyyah al-diniyyah” dan dalam
bahasa inggris disebut “religious pluralism”. Pluralisme berarti “jama’” atau
lebih dari satu. Dalam kamus bahasa Inggris mempunyai tiga pengertian. Pertama,
pengertian kegerejaan: (i) sebutan untuk orang yang memegang lebih dari satu
jabatan dalam struktur kegerejaan, (ii) memegang dua jabatan sekaligus atau
lebih baik bersifat kegerejaan maupun non-kegerejaan. Kedua, pengertian
filosofis: sistem pemikiran yang mengakui adanya landasan pemikiran yang
mendasar lebih dari satu. Ketiga, pengertian sosio-politis: suatu sistem yang
mengakui koeksistensi (kondisi hidup bersama-sama) keragaman kelompok dengan
tetap menjunjung tinggi perbedaan yang sangat karakteristik diantara
kelompok-kelompok tersebut. Pengertian pluralisme agama adalah kondisi hidup
bersama-sama antar agama yang berbeda-beda dalam satu komunitas dengan tetap
mempertahankan ciri-ciri spesifik (ajaran agama masing-masing). Para tokoh yang
bersifat ekstrim terhadap pluralisme mereka mengartikan pluralisme agama adalah
sebuah keyakinan bahwa semua agama didunia ini adalah sama. Memeluk dan meyakini
satu agama sama saja memeluk dan meyakini semua agama karena semua agama
tertuju pada inti yang sama yaitu menuju kebenaran hakiki.
Sejarah mengenai awal pertama kali
munculnya pluralisme agama ada beberapa
versi.
Versi
pertama pluralisme agama berawal dari agama kristen yang dimulai setelah
Konsili Vatikan II pada permulaan tahun 60-an yanng mendeklarasikan
“keselamatan umum” bahkan untuk agama-agama diluar kristen. Gagasan pluralisme
agama ini sebenarnya merupakan upaya-upaya peletakan landasan teologis kristen
untuk berinteraksi dan bertoleransi dengan agama-agama lain. Versi kedua
menyebutkan bahwa pluralisme agama berasal dari India. Misalnya Rammohan Ray
(1773-1833) pencetus gerakan Brahma Samaj, ia mencetuskan pemikiran Tuhan satu
dan persamaan antar agama (ajaran ini penggabungan antara Hindu-Islam). Serta
masih banyak lagi pencetus pluralisme dari India, pada intinya teori pluralisme
di India didasari pada penggabungan ajaran agama-agama yang berbeda.
Sedangkan dalam dunia Islam sendiri
pemikiran pluralisme agama muncul setalah perang dunia kedua. Diantara pencetus
pemikiran pluralisme agama dalam Islam yaitu Rene Guenon (Abdul Wahid Yahya)
dan Frithjof Schuon (Isa Nuruddin Ahmad). Karya-karya mereka ini sarat dengan
pemikiran dan gagasanyang menjadi inspirasi dasar bagi tumbuh kembangnya wacana
pluralisme agama.selain kedua orang tersebut juga ada Seyyed Hossein Nasr,
seorang tokoh muslim Syi’ah moderat, merupakan tokoh yang bisa dianggap paling
bertanggung jawab dalam mempopulerkan pluralisme agama di kalangan Islam
tradisional. Pemikiran-pemikiran Nasr tentang plurlaisme agama tertuang pada
tesisnya yang membahas tentang sophia perennis atau perennial wisdom
(al-hikmat al-kholidah atau kebenaran abadi) yaitu sebuah wacana
menghidupkan kembali kesatuan metefisika yang tersembunyi dalam tiap
ajaran-ajaran agama semenjak Nabi Adam as. hingga sekarang.
Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Timbulnya Pluralisme Agama
1. Faktor
Internal
Faktor
internal disini yaitu mengenai masalah teologis. Keyakinan seseorang yang
mutlak dan absolut terhadap apa yang diyakini dan diimaninya merupakan hal yang
wajar. Sikap absolutisme agama tak ada yang mempertantangkannya hingga muncul
teori tentang relativisme agama. Pemikiran relativisme ini merupakan sebuah
sikap pluralisme terhadap agama.
2. Faktor
Eksternal
a. Faktor
Sosio-Politik
Faktor ini berhubungan
dengan munculnya pemikiran mengenai masalah liberalisme yang menyuarakan
kebebasan, toleransi, kesamaan, dan pluralisme. Liberalisme inilah yang menjadi
cikal bakal pluralisme. Pada awalnya liberalisme hanya menyangkut mengenai
masalah politik belaka, namun pada akhirnya menyangkut masalah keagamaan juga.
Politik liberal atau proses demokratisasi telah menciptakan perubahan yang
sistematis dan luar biasa dalam sikap dan pandangan manusia terhadapa agama
secara umum. Sehingga dari sikap ini timbullah pluralisme agama.
Situasi politik global yang
kita alami saat ini menjelaskan kepada kita secara gamblang tentang betapa
dominannya kepentingan politik ekonomi barat terhadap dunia secara umum. Dari
sinilah terlihat jelas hakikat tujuan yang sebenarnya sikap ngotot barat untuk
memonopoli tafsir tunggal mereka tentang demokrasi. Maka pluralisme agama yang
diciptakan hanya merupakan salah satu instrumen politik global untuk menghalangi
munculnya kekuatan-kekuatan lain yang akan menghalanginya.
b. Faktor
Keilmuan
Pada hakikatnya, terdapat
banyak faktor keilmuan yang berkaitan dengan munculnya pluralisme. Namun yang
berkaitan langsung dengan pembahasan ini dalah maraknya studi-studi illmiah
modern terhadap agama-agama dunia, atau yang sering dikenal dengan perbandingan
agama. Diantara temuan dan kesimpulan penting yang telah dicapai adalah bahwa
agama-agama di dunia hanyalah merupakan ekspresi atau manifestasi yang beragam
dari suatu hakikat metafisik yang absolut dan tunggal, dengan kata lain semua
agama adalah sama.
C.
Tren
– Tren Pluralisme Agama
bahwa
tren-tren pluralisme agama secara umumdapat diklasifikasi kedalam empat
kategori: Humanisme Sekuler, Teologi Global,Sinkritisme dan Hikmah Abadi.
1. Humanisme Sekuler
1. Humanisme Sekuler
Humanisme
sekuler adalah suatu system etika (ethical system) yang mengukuhkan dan
mengagungkan nilai-nilai humanis, seperti toleransi, kasih sayang, kehormatan
tanpa adanya ketergantungan pada akidah-akidah dan ajaran ajaran agama. Ciri
dari 'Humanisme Sekuler ini adalah "antroposentris", yakni menganggap
manusia sebagai hakikat sentral kosmos atau menempatkannya dititik sentral.
Pemikiran ini merupakan kebangkitan kembali secara sadar pemikiran relativisme
Protagoras, yang ditafsirkan bahwa setiap manusia standard dan ukuran segala
sesuatu. Apabila terjadi perbedaan opini diantara mereka dalam suatu masalah ,
maka tidak ada apa yang disebut "kebenaran obyektif', sehingga tidak boleh
dikatakan yang satu benar dan yang lain salah". Diantara tokoh yang mengusung konsep ini antara
lain adalah F.C.S Schiller (1863-1937), Bertrand Russel. August Comte
(1798-1857)
2.
Teologi Global
Pengaruh
"globalisasi" luar biasa dahsyat dan komplek dalam mengubah kehidupan manusia dengan segala aspeknya
diluar apa yang di bayangkan sebelumnya. Ia telah menyebabkan luntur, dan
bahkan lenyapnya jati diri dan nilai-nilai
suatu kultur atau budaya.
Globalisasi
juga telah mempengaruhi secara nyata dan sangat signifikan munculnya
gagasan-gagasan dan wacana-wacanateologis baru yang sangat radikal, yang
intinya menganjurkan bahwa tidak perlu bersikap resisten dan menentang
globalisasi dan globalisme yang sudah nyatanyata tak mungkin dihindari. Manusia
harus mengubah dan merombak pemikiran-pemikiran dan keyakinan-keyakinan agama
tradisional agar seirama dengan semangat zaman dan nilai-nilainya yang diyakini
"universal". Berdasarkan perkembangan global ini menurut John Hick
memprediksi bahwa secara gradual akan terjadi proses konvergensi cara-cara beragama
dimasa yang akan dating, sehingga pada suatu ketika agama-agama ini akan lebih menyerupai
sekte yang beragam dalam Kristen di Amerika Utara dan Eropa saat ini daripada
merupakan entitas-entitas yang ekslusif secara radikal.Wacana atau pemikiran
keagamaan lintas kultur ini, menurut Hick yang di kutip Anis harus dibungkus
dalam kemasan yang ia sebut global theology.
3. Sinkretisme
Tren sinkretisme
adalah suatu kecenderungan pemikiran yang berusaha menc ampur dan
merekonsiliasi berbagai unsur yang berbda-beda (bahkan bertolak belakang) yang
di seleksi dari berbagai agama dan tradisi, dalam suatu wadah tertentu atau
dalam salah satu agama yang ada (berwujud suatu aliran baru). Pemikiran ini
berasal dari agama hindu di india, yang mana tren sinkretistik ini merupakan
suatu fenomena yang kuat dan bahkan dominan, serta mendapat lahan yang sangat
subur di dalamnya. Ini di satu sisi, dan di sisi yang lain, tren sinkretistik yang
beraroma India ini memiliki pengaruh yang tak bisa di pandang sebelah mata
dalam perkembangan teori atau hepotesis pluralisme agama dan para pemikir
pluralis secara umum. Wilfred Cantwell Smith, John Hick dan seyyed Hossen Nasr,
jika harus menyebut beberapa nama, adalah di antara tokoh-tokoh yang paling
banyak terpengaruh dengan aroma sinkretistik India ini dengan satu dan lain
cara, langsung maupun tidak langsung.
4. Hikmah
Abadi (Shopia Perennis)
Kebalikan dari tren-tren sebelumnya di atas tadi, yang
notabene di antara penyebab kemunculannya adalah upaya memberikan solusi teo
filosofis bagi problem pluralitas agama, maka gagasan hikmah abadi menurut
seyyed Hossen Nasr, seorang eksponen utama tren ini, justru muncul di abad
modern ini sebagai respon kritis terhadap tren-tren di atas. Menurut Nasr
tren-tren di atas ternyata telah membawa sejumlah damfak negatif terhadap
agama-agama dan dengan demikian, lebih merupakan problem dari pada solusi. Maka
oleh karenanya, tesis hikmah abadi ini berambisi dan mengklaim ingin
mengembalikan agama-agama ke habitat asal-kesucian dan kesakralannya yang
sempurna lagi absolut, serta ingin memperlakukan semuanya secara adil dan sama rata sepenuhnya.
Dari penjelasan di atas dapatlah kita pahami bahwa DR.Anis Malik
mencoba mengkaji tren pluralisme dengan berbagai pendekatan sehingga bisa lebih
di pahami makna pluralisme serta apa makna dan tujuan seorang yang terus
mempromosikan gagasan pluralisme tersebut. Buku tersebut sangat penting untuk
kita baca karena dengan membaca buku
tersebut kita tidak lagi terjebak kedalam pemahaman yang keliru. Ibarat sebuah
buah yang tampak memikat nan lezat tetapi di dalamnya penuh dengan duri
begitulah pluralisme alih-alih menawarkan solusi terhadap masalah global justru
menimbulkan masalah baru yang krusial karena ketidak jelasan arah dan tujuan
dari pluralisme itu sendiri.
Oleh karenanya sebagai seorang muslim hendaknya
behati-hati ketika menanggapi munculnya pemikiran-pemikiran baru dalam zaman
modern seperti sekarang ini sehingga kita lebih kritis terhadap pemikiran
tersebut. Tentunya tolak ukurnya adalah petujuk yang Allah sudah berikan kepada
kita yaitu Al-Qur’an , Hadis
0 komentar:
Posting Komentar