A.Pendahuluan
Filsafat sering dianggap teori belaka, yang jauh dari kenyataan hidup
konkret. Akan tetapi, filsafat ada segi praktisnya juga. Sikap dan pandangan
yang dipertanggungjawabkan, seperti yang kita cari dalam filsafat, dengan
sendirinya akan mempengaruhi sikap kita praktis juga. Kebijaksanaan tidak hanya
berarti "pengetahuan yang mendalam", tetapi juga "sikap hidup
yang benar", yang tepat, sesuai dengan pengetahuan yang telah dicapai itu.
Ini nampak dengan jelas terutama pada pelajaran etika dan logika yang
bersama-sama memberikan pegangan dan bimbingan kepada pikiran dan kepada
kehendak, agar hidup dengan 'benar' dan 'baik'. makakonkretnya:
1) Filsafat menolong mendidik, membangun diri kita sendiri: dengan
berpikir lebih mendalam, kita mengalami dan menyadari kerohanian kita. Rahasia
hidup yang kita selidiki justru memaksa kita untuk berpikir untuk hidup
sesadar-sadarnya, .
2) Filsafat memberikan kebiasaan dan kepandaian untuk melihat dan
memecahkan persoalan-persoalan dalam hidup sehari-hari. Orang yang hidup secara
"dangkal" saja, tidak mudah melihat persoalan-persoalan, apalagi
melihat pemecahnya. Dalam filsafat kita dilatih melihat dulu apa yang menjadi
persoalan, dan ini merupakan syarat mutlak untuk memecahkannya.
B. Filsafat Kaum Sofis
Kata sofis memilki arti “seorang
yang bijaksana” atau “seorang yang
memilki keahlian di bidang tertentu”, kata ini pernah di jadikan sebagai sebutan kepada sarjanah atau cendikiawan.
Namun pada akhirnya kata sofis tidaklah seharum pada awal munculnya karena kata
sofis mengalami pergeseran makna yakni dalam bahasa inggris kata “sopisht”
memilki arti seorang yang menipu orang lain dengan menggunakan argumen-argumen
yang tidak benar.
1). Tiga faktor
yang menyebabkan munculnya sofistik
a). Sesudah perang parsi selesai ( tahun
449 SM)
Athena merupakan kota yang maju dan
berkembang baik dalam bidang ekonomi maupun politik. Dengan majunya sehingga
banyak orang mau menetap di sana dengan
banyaknya orang kota ini bukan saja di
jadikan sebagai tempat berniaga tetapi juga berkembangnya intelektual dan
kultural. Di Athena ini tinggal seorang
filsuf yang bernama Anaxagoras.
b). Kebutuhan Pendidikan di masa itu
Berbahasa merupakat alat utama dan alat terpenting dalam masyarakat Yunani,
sukses atau tidaknya bidang politik tergatung dari kemahiran
berbahsa yang di perlihatkan dalam sidang umum, dewan harian atau sidang pengadilan. Hal inilah yang
menyebabkab para generasi muda untuk dapat mengenyham pendidikan dan pembinaan
supaya mereka dapat ikut berpoliktik. Kaum sofis memenuhi kebutuhannya lebih
lanjut, mereka mencoba mengajarkan ilmu matematika, astronomi, dan tatabahasa.
c). faktor ber hubungan dengan negara
lain
orang Yunani mulai menyadari akan
kebudayaan yang mereka milki berbeda dengan budaya negara lain, Kebudayaan
yunani berada di tengah-tengah corak budaya yang beraneka ragam. Sejarahwan
Yunani Herodotos mengatakan ia sependapat dengan apa yang di katakan oleh
penyhair Pindaros b ahwa adat kebiasaan adalah raja segala-galanya.
2. Tokoh Sofis
a). Protagoras
Protagoras lahir kira-kira pada
tahun 485 di kota Abdera di daerah Thrake. Dalam buku yang berjudul Aletheia
(“kebenaran”) terdapat pemikiran-pemikira Protagoras yang terkenal, yang di
simpan di dalam buku H.Diels sebagai
fragmen 1: “Manusia adalah ukuran untuk segala-galanya: untuk hal-hal yang ada
sehingga mereka ada dan untuk hal-hal yang tidak ada sehinngga mereka ada”.
Pendat di kenal dengan sebutan relativisme, yang maksudnya kebenaran bersifat
relatif tergantung dari pada manusia itu sendiri, benar tidaknya, ada tidaknya,
manusialh yang menentukan .
b). Gorgias
Gorgias lahir di Leontinoi sekitar
tahun 483 SM.Georgias menulis suatu buku
yang berjudul Tentang yang tidak ada atau
tentang alam . dalam buku tersebut ada tiga pendirian yakni 1). Tidak
ada sesuatu pun 2). Seandainya sesuatu ada maka, maka itu tidak dapat di kenal
3). Seandainya sesuatu dapat dikenal, maka pengetahuan itu dapat di samapaikan
kepada orang lain.
c).
Hippias
Hipias adalah kawan sebaya sokrates
ia berasala dari kota Elis. Hipias mencurahkan perhatiannya pada
pertanyaan-pertanyaan seperti apakah tingkah laku manusia dan susunan
masyarakat harus berdasarkan adat sitiadat ?, dll
d). prodikos
Prodikos
berasal dari pulau keos dan ia juga kawan sebaya sokrates, prodikos menganut
pandangan hidup fesimistis sehingga ia mengungkapkan kematian adalah melepaskan
diri dari kesusahan. [1]
C. Filsafat Sokrates
Sokrates adalah seorang filsuf piawai dari athenia lahir pada tahun 470
SM dan meninggal pada tahun 399 SM, sokrates di anggap sebagai salah seorang
filsuf besar sepanjang masa zaman. Walaupun dalam realitanya ia tidak pernah
menulis pemikiran-pemkirannya.[2]
Sokrates bisa di kenal melalui karya-karya muridnya seperti Xenophon,
Plato, dan Aristoteles . pemikiran-pemikiran Sokrates dapat di temui di dalam
karangan muridnya dan yang hamper lengkap terdapat di dalam karya-karya Plato. Lewat dari karya Plato itulah
pemikiran-pemikiran Sokrates bisa
terlihat dengan jelas. Seokrates adalah filsuf yang objek kajiannya
adalah manusia, dengan kata lain manusia
merupakan objek utama dalam
kajian filsafatnya. Sokrates merupakan
filsuf yang mengkritisi kaum shofis yang di anggapnya bersifat subjektivisme
dan relativisme.
Kekacau-9an muncul
ketika pernyataan yang di keluarkan oleh kaum sopis. Kaum sopis memilki
pendapat yang berbeda-beda mengenai criteria pengetahuan dan etika . mereka
hanya sepakat dengan satu pernyataan bahwa kebenaran itu bersifat relative.
Dalam keadaan seperti ini sokrates tampil untuk mengadapi kaum sopis. Socrates
menggunakan metode dialektik –kritis. Proseses dialetik di sini mengandung arti
“dialog antara dua pendirian yang bertentangan ataupun merupakan perkembangan
pemikiran dengan memakai pertemuan (interplay)
anatara ide-ide”. Sedangkan
kritis memiliki arti sokrates tidak mudah meniru begitu saja pendapat
dari para filsuf sebelum ia mengetahui dan membuktikannya sendiri. Oleh karenya
sokrates seringkali meminta penjelasan dari para ahli sesuai dengan bidangnnya.
Misalnya ia bertanya kepada seniman apa arti keindahan, bertanya kepada
pemimpin mengenai kebijaksanaan , bertanya kepada panglima mengenai keberanian,
dan lainlain. [3]
Setelah
sokrates mendapatkan penjelasan dari para ahli tersebut kemudia sokrates
menanyakan kepada para filsuf mengenai
landasan ide-ide mereka. Sokrates mengkritisi pendapat mereka sehingga
mereka mencoba untuk menjelaskannya dengan argumennya. Apabila argumennya benar
dan kuat maka sokratus baru menerimanya tetapi sebalikya apabila argumenya
tidak benar dan kurang kuat maka ia menolaknya.
Dengan
memakai metode dialektik-kritis inilah sokrates mampu mengalahkankaum sofis
melalui dialog dan debatnya. Sehingga sokrates bisa membersihkan kekacauan
filsafat pada masa itu. Kalau di panadang sepintas sesungguhnya Socrates
tidaklah berbeda dengan sofis yakni filsafat yang di lakukannya sama-sama
bertlak dari pengalaman hidup sehari-hari akan tetapi ada perbedaabyang
mencolok mengenai pernyataan yang di ungkapkan oleh kaum sofis mengenai
relativisme, Socrates tidak setuju dengan pernyataan tersebut.
D. Pemikiran filsafat plato
Plato
dilahirkan pada tanggal 29 mei 429 Sm. Dunia filsafat dikenal oleh plato berkat
ajaran gurunya, yaitu Socrates. Socrates tak mungkin dikenal oleh alam filsafat
jikalau plato tidak produktif dalam karya – karya tulisannya. Plato menulis
tentang filsafat dan dari tulisan – tulisan plato orang mengenal ajaran –
ajaran Socrates.
Diantara pemikiran Plato yang terpenting adalah
teorinya tentang ide-ide, yang merupakan upaya permulaan yang mengkaji masalah
tentang universal yang hingga kini pun belum terselesaikan. Teori ini sebagian
bersifat logis, sebagian lagi bersifat metafisis. Dengan pendapatnya tersebut,
menurut Kees Berten (1976), Plato berhasil mendamaikan pendapatnya Heraklitus
dengan pendapatnya Permenides, menurut Heraklitus segala sesuatu selalu
berubah, hal ini dapat dibenarkan menurut Plato, tapi hanya bagi dunia jasmani
(Pancaindra), sementara menurut Permenides segala sesuatu sama sekali sempurna
dan tidak dapat berubah, ini juga dapat dibenarkan menurut Plato, tapi hanya
berlaku pada dunia idea saja.
Plato menjelaskan bahwa, jika ada sejumlah individu
memiliki nama yang sama, mereka tentunya juga memiliki satu “ide” atau “forma”
bersama. Sebagai contoh, meskipun terdapat banyak ranjang, sebetulnya hanya ada
satu “ide” ranjang. Sebagaimana bayangan pada cermin hanyalah penampakan dan
tidak “real”. Demikian pula pelbagai ranjang partikular pun tidak real, dan
hanya tiruan dari “ide”, yang merupakan satu-satunya ranjang yang real dan
diciptakan oleh Tuhan. Mengenai ranjang yang satu ini, yakni yang diciptakan
oleh Tuhan, kita bisa memperoleh pengetahuan, tetapi mengenai pelbagai ranjang
yang dibuat oleh tukang kayu, yang bisa kita peroleh hanyalah opini.
Perbedaan antara pengetahuan dan opini menurut Plato
adalah, bahwa orang yang memiliki pengetahuan berarti memiliki pengetahuan tentang
“sesuatu”, yakni “sesuatu” yang eksis, sebab yang tidak eksis berarti tidak
ada. Oleh karena itu pengetahuan tidak mungkin salah, sebab secara logis
mustahil bisa keliru. Sedangkan opini bisa saja keliru, sebab opini tidak
mungkin tentang apa yang tidak eksis, sebab ini mustahil dan tidak mungkin pula
tentang yang eksis, sebab ini adalah pengetahuan. Dengan begitu opini pastilah
tentang apa yang eksis dan yang tidak eksis sekaligus.
Maka kita tiba pada kesimpulan bahwa opini adalah
tentang dunia yang tampil pada indera, sedangkan pengetahuan adalah tentang
dunia abadi yang supra-inderawi; sebagai misal, opini berkaitan dengan
benda-benda partikular yang indah, sementara pengetahuan berkaitan dengan
keindahan itu sendiri. Dari sini Plato membawa kita pada perbedaan antara dunia
intelek dengan dunia inderawi. Plato berusaha menjelaskan perbedaan antara visi
intelektual yang jelas dan visi persepsi inderawi yang kabur dengan jalan
membandingkannya dengan indera penglihatan. Kita bisa melihat obyek dengan jelas
ketika matahari menyinarinya; dalam cahaya temaram penglihatan kita kabur; dan
dalam gelap gulita kita tidak dapat melihat sama sekali. Menurutnya, dunia
ide-ide adalah apa yang kita lihat ketika obyek diterangi matahari, sedangkan
dunia dimana segala sesuatu tidak abadi adalah dunia kabur karena temaramnya
cahaya. Namun untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai apa yang
dimaksudnya, Plato memberikan sebuah tamsil, yakni tamsil tentang gua.
Menurut tamsil itu, mereka yang tidak memiliki
pengetahuan filsafat bisa diibaratkan sebagai narapidana dalam gua, yang hanya
bisa memandang ke satu arah karena tubuhnya terikat, sementara di belakangnya
ada api yang menyala dan di depannya ada dinding gua. Mereka hanya dapat
melihat bayang-bayang yang dipantulkan pada dinding gua oleh cahaya api. Mereka
hanya bisa menganggap bayang-bayang itu sebagai kenyataan dan tidak dapat
memiliki pengertian tentang benda-benda yang menjadi sumber bayang-bayang.
Sedangkan orang yang memiliki pengetahuan filsafat, ia
gambarkan sebagai seorang yang mampu keluar dari gua tersebut dan dapat melihat
segala sesuatu yang nyata dan sadar bahwa sebelumnya ia tertipu oleh
bayang-bayang. Namun ketika ia kembali ke gua untuk memberitahukan kepada
teman-temannya tentang dunia nyata, ia tidak dapat lagi melihat bayang-bayang
secara jelas jika dibandingkan dengan teman-temannya, sehingga di mata
teman-temannya ia tampak menjadi lebih bodoh daripada sebelum ia bebas.
Demikianlah
pemikiran Plato mengenai realitas yang sebenarnya. Teori Plato tentang ide-ide
tersebut, menurut penyusun, mengandung sekian kesalahan yang cukup jelas.
Kendati demikian, pemikiran itu pun menyumbangkan kemajuan penting dalam
filsafat, sebab inilah teori pertama yang menekankan masalah universal, yang
dalam pelbagai bentuknya, masih bertahan hingga sekarang.
Pemikiran Plato Tentang Mimesis
Mimesis berasal bahasa Yunani yang berarti tiruan.
Dalam hubungannya dengan kritik sastra mimesis diartikan sebagai pendekatan
sebuah pendekatan yang dalam mengkaji karya sastra selalu berupaya untuk
mengaitkan karya sastra dengan realitas atau kenyataan. Perbedaan pandangan
Plato dan Aristoteles menjadi sangat menarik karena keduanya merupakan awal
filsafat alam, merekalah yang menghubungkan antara persoalan filsafat dengan
kehidupan .
Pandangan Plato mengenai mimesis sangat dipengaruhi
oleh pandangannya mengenai konsep Idea-idea yang kemudian mempengaruhi
bagaimana pandangannya mengenai seni.
Plato menganggap Idea yang dimiliki manusia terhadap
suatu hal merupakan sesuatu yang sempurna dan tidak dapat berubah. Idea
merupakan dunia ideal yang terdapat pada manusia. Idea oleh manusia hanya dapat
diketahui melalui rasio,tidak mungkin untuk dilihat atau disentuh dengan panca indra.Idea
bagi Plato adalah hal yang tetap atau tidak dapat berubah, misalnya idea
mengenai bentuk segitiga, ia hanya satu tetapi dapat ditransformasikan dalam
bentuk segitiga yang terbuat dari kayu dengan jumlah lebih dari satu . Idea
mengenai segitiga tersebut tidak dapat berubah, tetapi segitiga yang terbuat
dari kayu bisa berubah .
Berdasarkan pandangan Plato mengenai konsep Idea
tersebut, Plato sangat memandang rendah seniman dan penyair dalam bukunya yang
berjudul Republic bagian kesepuluh. Bahkan ia mengusir seniman dan sastrawan
dari negerinya. Karena menganggap seniman dan sastrawan tidak berguna bagi
Athena, mereka dianggap hanya akan meninggikan nafsu dan emosi saja. Pandangan
tersebut muncul karena mimesis yang dilakukan oleh seniman dan sastrawan hanya
akan menghasilkan khayalan tentang kenyataan dan tetap jauh dari ‘kebenaran’.
Seluruh barang yang dihasilkan manusia menurut Plato hanya merupakan copy dari
Idea, sehingga barang tersebut tidak akan pernah sesempurna bentuk aslinya
(dalam Idea-Idea mengenai barang tersebut). Sekalipun begitu bagi Plato seorang
tukang lebih mulia dari pada seniman atau penyair. Seorang tukang yang membuat
kursi, meja, lemari dan lain sebagainya mampu menghadirkan Idea ke dalam bentuk
yang dapat disentuh panca indra. Sedangkan penyair dan seniman hanya menjiplak
kenyataan yang dapat disentuh panca indra (seperti yang dihasilkan tukang),
mereka oleh Plato hanya dianggap menjiplak dari jiplakan .
Menurut Plato mimesis hanya terikat pada ide
pendekatan. Tidak pernah menghasilkan kopi sungguhan, mimesis hanya mampu
menyarankan tataran yang lebih tinggi. Mimesis yang dilakukan oleh seniman dan
sastrawan tidak mungkin mengacu secara langsung terhadap dunia ideal.
(Teew.1984:220). Hal itu disebabkan pandangan Plato bahwa seni dan sastra hanya
mengacu kepada sesuatu yang ada secara faktual seperti yang telah disebutkan di
muka. Bahkan seperti yang telah dijelaskan di muka, Plato mengatakan bila seni
hanya menimbulkan nafsu karena cenderung menghimbau emosi, bukan rasio
Untuk memahami
ajaran – ajaran plato, perlu di ajari pengaruh – pengaruh yang membentuk alam pikiran besar alam filsuf
itu. Fredrick mayer dalam bukunya A history Ancient & medieval philoshopy
menemukakan 6 fakto, ialah :
- pengaruh pitagoras yang memberi daya tarik bagi plato untuk mempelajari matematika serta memberi mutu yang tinggi pada filsafat.
- pengaruh ajaran eleatik seperti Parmenides, zeno dan melissus yang menunjukan bahwa kebenaran hanyalah ditangan pencipta.
- pengaruh Anaxagoras yang membedakan ajaran tentang jasmani dan jiwa.
- pengaruh heraclitus, kendatipun ajarannya banyak disanggah oleh plato. Plato berpendapat, bahwa alam kenyataan tak mungkin dijelaskan dan dengan itu dia menolak etika yang diajarkan oleh heraclitus.
- pengaruh ajaran shopist juga tampak pada plato, kendatipun ia menyanggah keras ajaran kaum shopist itu.
- yang paling berpengaruh adalah ajaran Socrates sebagaimana telah di singgung di atas.
Ada dasar utama dalam ajaran klkasik, bahwa bila kita
mengetahui apa yang dimaksud dengan cara hidup yang baik, maka kita akan
berusaha melaksanakannya. Bila manusia mengetahui tentang cara hidup yang baik,
ia tak akan melakukan hal – hal yang tak bermoral. Kehidupan yang baik adalah
tugas dari akal.
Seorang filsuf menyimpulkan bahwa ajaran plato sebagai
suatu filsafat moral yaitu terdiri dari dua basis, ialah: pertama adalah suatu
asumsi bahwa bila seseorang telah memilki pengetahuan tentang kehidupan yang
baik maka norang itu tidak akan melakukan suatu perbuatan yang tidak bermoral.
Asumsi kedua bahwa yang disebut kjehidupan yang baik adalah tunggal untuk semua
orang.
Kesimpulan
Dari pembahasan singkat mengenai pemikiran Plato,
dapat kita simpulkan adanya perbedaan yang cukup mendasar antara keduanya
tentang realitas hakiki. Plato ada pada pendapat, bahwa pengalaman hanya
merupakan ingatan (bersifat intuitif, bawaan) dalam diri seseorang terhadap apa
yang sebenarnya telah diketahuinya dari dunia idea, — konon sebelum manusia itu
masuk dalam dunia inderawi ini. Menurut Plato, tanpa melalui pengalaman (pengamatan),
apabila manusia sudah terlatih dalam hal intuisi, maka ia pasti sanggup menatap
ke dunia idea dan karenanya lalu memiliki sejumlah gagasan tentang semua hal,
termasuk tentang kebaikan, kebenaran, keadilan, dan sebagainya.
Plato mengembangkan pendekatan yang sifatnya
rasional-deduktif sebagaimana mudah dijumpai dalam matematika. Problem
filsafati yang digarap oleh Plato adalah keterlemparan jiwa manusia kedalam
penjara dunia inderawi, yaitu tubuh. Ini adalah persoalan ada (“being”) dan
mengada (menjadi, “becoming”).
Mimesis merupakan salah satu wacana yang ditinggalkan
Plato dan Aristoteles sejak masa keemasan filsafat Yunoni Kuno, hingga pada
akhirnya Abrams memasukkannya menjadi salah satu pendekatan utama untuk
menganalisis sastra selain pendekatan ekspresif, pragmatik dan objektif.
Mimesis merupakan ibu dari pendekatan sosiologi sastra yang darinya dilahirkan
puluhan metode kritik sastra yang lain.
Plato adalah seorang filsuf dari yunani. Di
berfilsafat tentang relitas. Menurut plato yang dinamakan sebuah relitas adalah
kehidupan yang bahagia dan kebahagiaan ini ada dua macam [4]
E. Aristoteles
1. Riwayat
hidup
Aristoteles lahir pada tahun 384 SM, di Stageira, Yunani utara. Ayahnya adalah seorang dokter pribadi
Amyntas II, raja Makedonia. Pada usia 17 atau 18 tahun Aristoteles dikirim ke
Athena, untuk belajar di Akademia Plato. Ia tinggal di sana sampai Plato
meninggal pada tahun 348/7; jadi sekitar
20 tahun lamanya.
Setelah Plato meninggal, kepala Akademia digantikan oleh Speusippos,
kemanakannya. Saat itu juga, Aristoteles meninggalkan Athena bersama murid
Plato yang bernama Xenokrates, mungkin karena mereka tidak setuju dengan
anggapan Speusippos mengenai filsafat. Mereka berangkat ke Assos di pesisir
Asia kecil, di mana saat itu penguasa Negara dipegang oleh Hermeias yang
merupakan bekas murid Akademia. Plato telah mengirim dua orang muridnya yang
bernama Erastos dan Koriskos untuk membuka suatu sekolah di sana. Kemudian,
Aristoteles dan kawannya mengajar di sekolah Assos tersebut. Di sanalah,
Aristoteles kemudian menikah dengan Pythias, anak angkat Hermeias.
Pada tahun 345, Hermeias
ditangkap dan dibunuh oleh tentara Parsi. Hal inilah yang memaksa Aristoteles dan kawannya untuk
melarikan diri dari Assos, dan pergi ke Mythelin atas undangan Theophrastos, murid dan sahabat Aristoteles.
Di Assos dan di Mythelin, Aristoteles mengadakan riset dalam bidang zoologi dan
biologi, yang dikumpulkan dalam buku berjudul Historia Animalium.
Pada tahun 342, Aristoteles
diundang oleh raja Philippos dari Makedonia untuk mendidik anaknya yang bernama
Alexander, yang pada saat itu baru berusia 13 tahun. Kemudian ketika Alexander
menginjak usia 19 tahun, tugas Aristoteles pun selesai karena pada saat itu
juga Alexander menggantikan posisi ayahnya menjadi seorang raja.
Tak lama setelah
Alexander Agung dilantik menjadi raja, Aristoteles pun kembali ke Athena, di
mana saat itu Xenokrates sudah menggantikan Speusippos sebagai kepala Akademia.
Walau Xenokrates merupakan sahabat Aristoteles, tapi Aristoteles tidak kembali
ke Akademia, ia malah mendirikan sekolah sendiri yang bernama Lykeion
(dilatinkan: Lyceum).
Isterinya, Pythias,
meninggal di Athena pada tahun yang tidak diketahui. Perkawinannya yang pertama
ini, dikaruniai seorang anak perempuan. Kemudian Aristoteles menikah lagi
dengan Herpyllis, dan mempunyai seorang anak laki-laki yang bernama Nikomakhos.
Pada tahun 323,
Alexander meninggal dunia. Hal ini yang menyebabkan kegelisahan bagi Lykeion.
Dan mengakibatkan adanya gerakan anti- Makedonia yang bermaksud ingin
melepaskan Athena dari kerajaan Makedonia. Aristoteles pun dituduh karena
kedurhakaan (asebeia). Ia kemudian
menyerahkan Lykeion ke tangan muridnya, yang bernama Theophrastos, dan
melarikan diri ke Khalkis, tempat asal ibunya. Aristoteles melarikan diri
dengan berkata bahwa ia “tidak akan
membiarkan Athena berdosa terhadap filsafat untuk kedua kali”. Tapi pada
tahun berikutnya, ia jatuh sakit dan meninggal dunia di tempat pembuangan itu
pada usia 62 atau 63 tahun. Kita masih memiliki teks wasiat Aristoteles
yang disimpan oleh Diogenes Laertios.[5]
2. Karya-karya
a. Pembagian
karya-karya Aristoteles
W.D. Ross, seorang ahli filsafat Yunani berkebangsaan Inggris, membagi
karya-karya Aristoteles menjadi tiga golongan sebagai berikut:
1)
Karya-karya
yang sifatnya lebih kurang populer yang diterbitkan oleh Aristoteles sendiri.
Ø
Eudemos atau perihal jiwa
Berupa dialog yang diambil dari dialog Plato yang berjudul Phaidôn sebagai contohnya. Dialog ini
berisi tentang persoalan-persoalan mengenai jiwa. Aristoteles tanpa ragu menerima
titik ajaran Plato mengenai pra-eksistensi jiwa, perpindahan jiwa, dan anggapan
bahwa pengetahuan dapat disamakan dengan pengingatan.
Ø
Protreptikos
Tujuan dari karya ini adalah untuk mengajak Themison,
kepala Negara di pulau Kypros (Siprus), untuk berfilsafat. Protreptikos mempertentangkan pengetahuan teoretis yang diutamakan
di Akademia, dengan pengetahuan pragmatis yang dipraktekkan dalam sekolah
Isokrates.
Ø
Perihal filsafat
Terdiri dari tiga buku. Buku I menyajikan suatu uraian mengenai
perkembangan manusia. Buku II
memberikan suatu kritikan tajam atas ajaran Plato mengenai ide-ide. Buku
III memuat pendapatnya tentang Allah dan susunan kosmos[6]
2)
Karya-karya
yang mengumpulkan bahan-bahan yang dapat digunakan risalah-risalah ilmiah
Hampir semua karya Aristoteles sudah tidak ada lagi. Yang masih disimpan
adalah karyanya yang berjudul Historia
Animalium, disisipkan oleh Andronikos dari Rhodos dalam edisi buku-buku Aristoteles.
Selain itu, ada karya lain yang berjudul Athênaiôn
politeia (tata Negara Athena) ditemukan pada tahun 1890 dalam padang pasir
di Mesir.
3)
Karya-karya
yang dikarang Aristoteles sehubungan dengan pengajarannya
I.
Logika
ü
Categoriae
(kategori-kategori)
ü
De
interpretatione (perihal penafsiran)
ü
Analytica
priora (analitika yang lebih dahulu) : ini adalah nama yang dipakai Aristoteles
untuk logika
ü
Analytica
posteriora (analitika yang kemudian)
ü
Topica; terdiri
8 buku
ü
De
sophisticis elenchis (tentang cara beragumentasi kaum sofis)
II.
Filsafat alam
ü
Physica; 8
buku
ü
De caelo (perihal
langit); 4 buku
ü
De
generatione et corruptione (tentang timbul hilangnya makhluk-makhluk
jasmani); 2 buku
ü
Meteorologica
(ajaran tentang badan-badan jagat raya); terdiri dari 4 buku
III.
Psikologi
ü
De anima
(perihal jiwa); 3 buku
ü
Parva
naturalia (karangan-karangan kecil mengenai pokok-pokok alamiah); yang
meliputi 8 karangan kecil seperti :
a) De sensu et sensibili (perihal
pancaindera dan obyeknya)
b) De memoria et reminiscentia (perihal
ingatan dan pengingatan)
c) De somno (perihal tidur)
d) De insomniis (perihal impian-impian)
e) De devinatione per somnum (perihal
tenung dengan tidur)
f) De longitudine et brevitate vitae (perihal
panjang pendeknya kehidupan manusia)
g) De vita et morte (perihal kehidupan dan
kematian)
h) De respiratione (perihal hal bernafas)
IV.
Biologi
ü
De
partibus animalium (perihal bagian-bagian binatang)
ü
De motu
animalium (perihal gerak binatang-binatang)
ü
De incessu
animalium (tentang hal berjalan binatang-binatang)
ü
De
generatione animalium (perihal kejadian binatang-binatang)
V.
Metafisika
Metaphysica : terdiri dari 14 buku; nama “metafisika” tidak dipakai
oleh Aristoteles sendiri; ia menamakan ilmu pengetahuan ini sebagai ‘filsafat
pertama’ dan juga theologia.
VI.
Etika
ü
Ethica nicomachea;
terdiri dari 10 buku; nama ini diberikan karena anak Aristoteles yang
bernama Nikomakhos telah menyusun karya ini sesudah bapaknya meninggal.
ü
Magna
moralia (karangan-karangan besar tentang moral); terdiri dari 2 buku. Kedua
buku ini lebih panjang dari biasanya. Tetapi karya ini dianggap tidak otentik
dan agaknya berasal dari generasi Lykeion yang pertama sesudah kematian Aristoteles.
ü
Ethica
eudenia; terdiri dari 7 buku, tetapi buku IV, V, dan VI isinya sama dengan
buku V, VI, dan VII dari Ethica nicomachea,
rupanya karya ini adalah adalah redaksi lebih tua dari kursus Aristoteles
yang kemudian dikerjakan menjadi Ethica nicomachea;
dan dianggap otentik oleh para ahli.
VII.
Politik dan ekonomi
ü
Politica; 8
buku
ü
Economica;
13 buku, secara umum karya ini tidak dianggap otentik.
VIII.
Retorika dan poetika
ü
Rhetorica;
3 buku
ü
Poetica;
bersifat fragmentaris, tetapi dianggap otentik.mm
KESIMPULAN
Yunani merupakan bangsa yang besar dan
amat maju karena dari yunani banyak lahir para filsuf dan ilmuwan yang sampai
sekarang ini karya-karyanya menjadi rujukan para ilmuwan sekarang.
Terlepas dari perbedaan pendapat mengenai
pemikiran para filsuf itu sendiri, kita bisa mengambil referensi untuk menambah
wawasan dan pengetahuan kita.
DAFTAR PUSTAKA
Mustansyir,
Rizal. Filsafat Analitik. Yogyakarta
: Pustaka Pelajar. 2001.
.Bertenes. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Konsius.1988
Gerson.
Sebuah Study Tentang Filsafat.Jakarta: PT.Pradnya Para Mita.1981
Strathern,
Paul.90 Menit Bersama Aristoteles.Jakarta:
Erlangga.2001
Tafsir, Ahmad.Filsafat Umum.Bnadung:PT Remaja
Rosdakarya.1998
Rapar,
Hendrik.Pengantar Filsafat.Yogyakarta:Konsius.1996
[1] Dr. K.Bertnes, Sejarah
Filsafat yunani, Yogyakarta,hlm 67-75.
[2] Jan Hendrik rapar,
pengantar filsafat, Yogyakarta, hlm 99-101
[3] Dr.ahmad Tafsir, filsafat
Umum,remaja rosdakarya, hlm. 45-47
[4] Gerson w. bawengan, Sebuah Studi Tentang
Filsafat, hlm. 67-75.
[5] Dr. K. Bertens. Sejarah Filsafat Yunani. Hal.129.
[6] Kosmos dalam bahasa
Yunani artinya dunia, dunia yang teratur.
0 komentar:
Posting Komentar