Oleh
: Agustianto
Dosen
Pascasarjana Uiniversitas Indonesia
Pendahuluan
Marak
dan berkembangnya ekonomi Islam pada tiga dasawarsa belakangan ini, telah
mendorong dan mengarahkan perhatian para ilmwuan modern kepada pemikiran
ekonomi Islam klasik Dalam penjelajahan intelektual yang saya lakukan,
khususnya ketika mengambil program doktor ekonomi Islam di UIN Jakarta,
ternyata lebih 2000-an judul buku dan tulisan tentang ekonomi Islam sejak masa
klasik hingga saat ini.
Melihat berlimpahnya literatur tentang ekonomi Islam,
maka ada dua hal yang sangat disayangkan. Pertama, Dalam daftar bibliografi
ekonomi Islam itu, tak satupun di antaranya ada hasil karya tokoh
Indonesia. Hal itu terlihat dengan jelas dalam buku Islamic Economics and
Finance : A Bibliografy, tulisan Javed Ahmad Khan (1995). Buku ini
berisi 1621 karya tulis tentang ekonomi Islam. Demikian pula daftar buku
dalam Muslim Economic Thinking tulisan Prof.Dr.Muhammad Nejatullah
Ash-Shidiqy, yang meneliti 700 buku ekonomi Islam, tak satupun mencantumkan
karya ulama Indonesia.
Kedua,
Yang paling disayangkan lagi adalah sikap para intelektual muslim atau ulama
dalam dua abad belakangan ini yang tidak melanjutkan dan mengembangkan kajian
ekonomi Islam yang telah dirintis dan dibangun oleh para ulama terdahulu.
Intelektual dan ulama kita di era kontemporer ini, lebih banyak fokus pada
kajian pengembangan materi fikih ibadah, munakahat, teologi (ilmu kalam),
pemkiran Islam dan tasawuf, di samping ilmu-ilmu tafsir dan hadits. Maka tak
heran jika mereka dangkal sekali pengetahuannya tentang ilmu ekonomi Islam,
termasuk soal bunga bank dan dampaknya terhadap inflasi, investasi, produksi
dan pengangguran juga spekulasi dan stabilitas moneter. Mereka mengabaikan
kajian-kajian ekonomi Islam yang ilmiah dan empiris yang telah dilakukan
ilmuwan Islam klasik. Fenomena itulah yang disesalkan Prof.Dr. Muhammad
Nejatyullah Ash-Shiddiqy, guru besar ekonomi Univ.King Abdul Aziz Saudi .
Ia mengatakan,
“The
ascendancy of the Islamic civilization and its dominance of the world scene
for a thousand years could not have been unaccompanied by
economic ideas as such. From Abu Yusuf in the second century to Tusi and
Waliullah we get a contiunity of serious discussion on
taxation, government expenditure, home economics, money and
exchange, division of labour, monopoly, price control, etc, Unfortunelly
no serious attention has been paid to this heritage by centres of academic
research in economics. (Muslim
Economic Thingking, Islamic Fondation United Kingdom, 1976, p 264)
(Kejayaan
peradaban Islam dan pengaruhnya atas panggung sejarah dunia untuk 1000 tahun,
tidak mungkin tanpa diiringi dengan ide-ide ekonomi dan sejenisnya. Dari Abu
Yusuf pada abad ke 2 Hijriyah sampai ke Thusi dan Waliullah (abad 18),
kita memiliki kesibambungan dari serentetan pembahasan yang
sungguh-sungguh mengenai perpajakan, pengeluaran pemerintah, ekonomi rumah
tangga, uang dan perdagangan, pembagian kerja, monopoli, pengawasan harga dan
sebagainya. Tapi sangat disayangkan, tidak ada perhatian yang
sungguh-sungguh yang diberikan atas khazanah intelektual yang berharga
ini oleh pusat-pusat riset akademik di bidang ilmu ekonomi).
Di
masa klasik Islam, yang sejak abad 2 Hijrah s/d 9 Hijriyah, banyak
lahir ilmuwan Islam yang mengembangkan kajian ekonomi (bukan fikih muamalah),
tetapi kajian ekonomi empiris yang menjelaskan fenomena aktual aktivitas
ekonomi secara ril di masyarakat dan negara, seperti mekanisme pasar (supply
and demand), public finance, kebijakan fiskal dan moneter, Pemikiran
ulama tentang ekonomi Islam di masa klasik sangat maju dan cemerlang, jauh
mendahului pemikir Barat modern seperti Adam Smith, Keynes, Ricardo, dan
Malthus.
Bapak
Ekonomi
Di
antara sekian banyak pemikir masa lampau yang mengkaji ekonomi Islam, Ibnu
Khaldun merupakan salah satu ilmuwan yang paling menonjol. Ibnu Khaldun sering
disebut sebagai raksasa intelektual paling terkemuka di dunia. Ia bukan
saja Bapak sosiologi tetapi juga Bapak ilmu Ekonomi, karena banyak teori
ekonominya yang jauh mendahului Adam Smith dan Ricardo. Artinya, ia lebih
dari tiga abad mendahului para pemikir Barat modern tersebut. Muhammad
Hilmi Murad secara khusus telah menulis sebuah karya ilmiah berjudul Abul
Iqtishad : Ibnu Khaldun. Artinya Bapak Ekonomi : Ibnu Khaldun.(1962)
Dalam tulisan tersebut Ibnu Khaldun dibuktikannya secara ilmiah sebagai
penggagas pertama ilmu ekonomi secara empiris. Karya tersebut
disampaikannya pada Simposium tentang Ibnu Khaldun di Mesir 1978.
Sebelum
Ibnu Khaldun, kajian-kajian ekonomi di dunia Barat masih bersifat normatif,
adakalanya dikaji dari perspektif hukum, moral dan adapula dari
perspektif filsafat. Karya-karya tentang ekonomi oleh para imuwan Barat,
seperti ilmuwan Yunani dan zaman Scholastic bercorak tidak ilmiah, karena
pemikir zaman pertengahan tersebut memasukkan kajian ekonomi dalam kajian moral
dan hukum.
Sedangkan
Ibnu Khaldun mengkaji problem ekonomi masyarakat dan negara secara empiris. Ia
menjelaskan fenomena ekonomi secara aktual. Muhammad Nejatullah Ash-Shiddiqy,
menuliskan poin-poin penting dari materi kajian Ibnu Khaldun tentang ekonomi.
Ibnu
Khaldun has a wide range of discussions on economics including the
subject value, division of labour, the price system, the law of supply and
demand, consumption and production, money, capital formation, population
growth, macroeconomics of taxation and public expenditure, trade cycles,
agricultural, industry and trade, property
and prosperity, etc. He discussses the various stages
through which societies pass in economics progress. We also get the basic idea
embodied in the backward-sloping supply curve of labour (Shiddiqy, 1976, hlm.
261).
(Ibn
Khaldun membahas aneka ragam masalah ekonomi yang luas, termasuk ajaran tentang
tata nilai, pembagian kerja, sistem harga, hukum penawaran dan permintaan,
konsumsi dan produksi, uang, pembentukan modal, pertumbuhan penduduk, makro
ekonomi dari pajak dan pengeluaran publik, daur perdagangan, pertanian,
indusrtri dan perdagangan, hak milik dan kemakmuran, dan sebagainya. Ia juga
membahas berbagai tahapan yang dilewati masyarakat dalam perkembangan
ekonominya. Kita juga menemukan paham dasar yang menjelma dalam kurva penawaran
tenaga kerja yang kemiringannya berjenjang mundur,).
Sejalan
dengan Shiddiqy Boulokia dalam tulisannya Ibn Khaldun: A Fourteenth Century
Economist”, menuturkan :
Ibnu
Khaldun discovered a great number of fundamental economic
notions a few centuries before their official births. He discovered the
virtue and the necessity of a division of labour before Smith and the
principle of labour value before Ricardo. He elaborated a theory of
population before Malthus and insisted on the role of the state in
the economy before Keyneys. But much more than that, Ibnu Khaldun used these
concepts to build a coherent dinamics system in which the economic mechanism
inexorably led economic activity to long term fluctuation….(Boulokia, 1971)
(Ibn
Khaldun telah menemukan sejumlah besar ide dan pemikiran ekonomi
fundamental, beberapa abad sebelum kelahiran ”resminya” (di Eropa). Ia
menemukan keutamaan dan kebutuhan suatu pembagian kerja sebelum ditemukan Smith
dan prinsip tentang nilai kerja sebelum Ricardo. Ia telah mengolah suatu teori
tentang kependudukan sebelum Malthus dan mendesak akan peranan negara di dalam
perekonomian sebelum Keynes. Bahkan lebih dari itu, Ibn Khaldun telah
menggunakan konsepsi-konsepsi ini untuk membangun suatu sistem dinamis
yang mudah dipahami di mana mekanisme ekonomi telah mengarahkan kegiatan
ekonomi kepada fluktuasi jangka panjang…)”
Lafter,
penasehat economi president Ronald Reagan, yang menemukan teori Laffter Curve,
berterus terang bahwa ia mengambil konsep Ibnu Khaldun. Ibnu Khaldun mengajukan
obat resesi ekonomi, yaitu mengecilkan pajak dan meningkatkan pengeluaran
(ekspor) pemerintah. Pemerintah adalah pasar terbesar dan ibu dari semua pasar
dalam hal besarnya pendapatan dan penerimaannya. Jika pasar pemerintah
mengalami penurunan, maka adalah wajar jika pasar yang lainpun akan ikut turun,
bahkan dalam agregate yang cukup besar.
S.Colosia
berkata dalam bukunya, Constribution A L’Etude D’Ibnu Khaldaun Revue Do Monde
Musulman, sebagaimana dikutip Ibrahim Ath-Thahawi, mengatakan, ”Apabila
pendapat-pendapat Ibnu Khaldun tentang kehidupan sosial menjadikannya sebagai
pionir ilmu filsafat sejarah, maka pemahamannya terhadap peranan kerja,
kepemilikan dan upah, menjadikannya sebagai pionir ilmuwan ekonomi modern
.(1974, hlm.477)
Oleh
karena besarnya sumbangan Ibnu Khaldun dalam pemikiran ekonomi, maka Boulakia
mengatakan, “Sangat bisa dipertanggung jawabkan jika kita menyebut Ibnu
Khaldun sebagai salah seorang Bapak ilmu ekonomi.”[1]
Shiddiqi juga menyimpulkan bahwa Ibn Khaldun secara tepat dapat disebut sebagai
ahli ekonomi Islam terbesar (Ibnu Khaldun has rightly been
hailed as the greatest economist of Islam)(Shiddiqy, hlm. 260)
Sehubungan
dengan itu, maka tidak mengherankan jika banyak ilmuwan terkemuka kontemporer
yang meneliti dan membahas pemikiran Ibnu Khaldun, khususnya dalam bidang ekonomi.
Doktor Ezzat menulis disertasi tentang Ibnu Khaldun berjudul Production,
Distribution and Exchange in Khaldun’s Writing dan Nasha’t
menulis “al-Fikr al-iqtisadi fi muqaddimat Ibn Khaldun (Economic Though
in the Prolegomena of Ibn Khaldun).. Selain itu kita masih memiliki kontribusi
kajian yang berlimpah tentang Ibnu Khaldun. Ini menunjukkan kebesaran dan
kepeloporan Ibnu Khaldun sebagai intelektual terkemuka yang telah merumuskan
pemikiran-pemikiran briliyan tentang ekonomi. Rosenthal misalnya telah
menulis karya Ibn Khaldun the Muqaddimah : An Introduction to History,
Spengler menulis buku Economic Thought of Islam: Ibn Khaldun, Boulakia
menulis Ibn Khaldun: A Fourteenth Century Economist, Ahmad Ali menulis Economics
of Ibn Khaldun-A Selection, Ibn al Sabil menulis Islami ishtirakiyat
fi’l Islam, Abdul Qadir Ibn Khaldun ke ma’ashi khayalat”, (Economic
Views of Ibn Khaldun), Rifa’at menulis Ma’ashiyat par Ibn
Khaldun ke Khalayat” (Ibn Khaldun’s Views on Economics) Somogyi menulis
buku Economic Theory in the Classical Arabic Literature, Tahawi al-iqtisad
al-islami madhhaban wa nizaman wa dirasah muqaranh.(Islamic Economics-a School
of Thought and a System, a Comparative Study), T.B. Irving menulis Ibn
Khaldun on Agriculture”, Abdul Sattar menulis buku Ibn Khaldun’s
Contribution to Economic Thought” in: Contemporary Aspects of Economic
and Social Thingking in Islam.
Penutup
Paparan
di atas menunjukkan bahwa tak disangsikan lagi Ibnu Khaldun adalah Bapak
ekonomi yang sesungguhnya. Dia bukan hanya Bapak ekonomi
Islam, tapi Bapak ekonomi dunia. Dengan demikian, sesungguhnya beliaulah yang
lebih layak disebut Bapak ekonomi dibanding Adam Smith yang diklaim Barat
sebagai Bapak ekonomi melalui buku The Wealth of Nation.. Karena itu
sejarah ekonomi perlu diluruskan kembali agar ummat Islam tidak sesat dalam
memahami sejarah intelektual ummat Islam. Tulisan ini tidak bisa
menguraikan pemikiran Ibnu Khaldun secarfa detail, karena ruang yang terbatas
dan lagi pula pemikirannya terlalu ilmiah dan teknis jika dipaparkan di sini.
Teori ekonomi Ibnu Khaldun secara detail lebih cocok jika dimuat dalam
journal atau buku
(Penulis
adalah Sekjen Ikatan Ahli Ekonomi islam Indonesia (IAEI) dan Dosen Pascasarjana
Universitas Indonesia, Pascasarjana Islamic Economivs and Finance Univ
Trisakti, serta Dosen Pascasarjana Univ Paramadina Prfodi Manajemen BISNIS DAN
Keuangan Islam, IAIN dan UIAz-Zahra).
0 komentar:
Posting Komentar