BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Sejarah hukum di Indonesia memiliki
sejarah panjang , dari jaman kerajaan sampai zaman penjajahan dan sampai
sekarang . semua itu membantu terbentuknya hukum yang ada di Indonesia.
terlihat ketika sistem yang di pakai sekarang adakalanya hukum yang dipakai
zaman penjajahan (belanda), dan ada hukum yang di gali dari kultur bangsa
indonesia itu sendiri. semuanya memberi warna sehingga lahirnya hukum indonesia
yang di terapkan sekarang.
Sebagai negara yang
berdasarkan hukum, tentu saja Indonesia memiliki konstitusi yang dikenal dengan
Undang-undang Dasar 1945. EksistensiUndang-undang Dasar 1945 sebagai konstitusi
di Indonesia mengalami sejarah yang sangat panjang hingga akhirnya diterima
sebagai landasan hukum bagi pelaksanaan ketatanegaraan di Indonesia.Dalam
sejarahnya, Undang-undang Dasar 1945 dirancang sejak 29 Mei1945 sampai 16 Juni
1945 oleh Badan Penyelidik Usaha-usaha PersiapanKemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
yang beranggotakan 21 orang, diketuai Ir.Soekarno dan Drs. Moh. Hatta sebagai
wakil ketua dengan 19 orang anggotayang terdiri dari 11 orang wakil dari Jawa,
3 orang dari Sumatra dan masing-masing 1 wakil dari Kalimantan, Maluku, dan
Sunda Kecil. Badan tersebut(BPUPKI) ditetapkan berdasarkan Maklumat
Gunseikan Nomor 23 bersamaandengan ulang tahun Tenno Heika pada 29 April 1945
(Malian, 2001: 59).Badan ini kemudian menetapkan tim khusus yang bertugas
menyusunkonstitusi bagi Indonesia merdeka yang kemudian dikenal dengan nama Undang-
undang Dasar 1945 (UUD‟45).
B.
Rumusan
Masalah
berdasarkan
latar belakang sebagaimana diuraikan di atas, maka rumusan masalah yang akan di
kaji dalam makalah ini
1. Apa
Dasar Hukum Penemuan Hukum di Indonesia ?
2. Bagaimanakah
Amandemen UUD 1945 itu ?
3. Perlukah
adanya konstitusi baru sebagai pengganti UUD 1945 ?
C. Tujuan
1.
Sebagai refleksi dalam melihat perkembangan hukum di Indonesia
2.
Sebagai wawasan para mahasiswa untuk mengetahui terbentuknya hukum di Indonesia
3.
sebagai bahan evaluasi untuk mencari solusi hukum di Indonesia
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Sejarah Hukum di Indonesia
1. Periode Kolonialisme
Periode kolonialisme
terbagi ke dalam tiga tahapan besar, yakni: periode VOC, Liberal Belanda dan
Politik etis hingga penjajahan Jepang.
a. Periode VOC
Pada masa pendudukan VOC,
sistem hukum yang diterapkan bertujuan untuk:
1) Kepentingan ekspolitasi ekonomi demi mengatasi krisis ekonomi
di negeri Belanda;
2) Pendisiplinan rakyat pribumi dengan cara yang otoriter; dan
3) Perlindungan terhadap pegawai VOC, sanak-kerabatnya, dan para
pendatang Eropa.
Hukum Belanda diberlakukan
terhadap orang-orang Belanda atau Eropa. Sedangkan bagi pribumi, yang berlaku
adalah hukum-hukum yang dibentuk oleh tiap-tiap komunitas secara mandiri. Tata
pemerintahan dan politik pada zaman itu telah meminggirkan hak-hak dasar rakyat
di nusantara dan menjadikan penderitaan yang mendalam terhadap rakyat pribumi
di masa itu.
b. Periode liberal Belanda
Pada 1854 di Hindia
Belanda diterbitkan Regeringsreglement (selanjutnya disebut RR 1854) atau
Peraturan tentang Tata Pemerintahan (di Hindia Belanda) yang tujuan utamanya
melindungi kepentingan kepentingan usaha-usaha swasta di negeri jajahan dan
untuk pertama kalinya mengatur perlindungan hukum terhadap kaum pribumi dari
kesewenang-wenangan pemerintahan jajahan. Hal ini dapat ditemukan dalam (Regeringsreglement)
RR 1854 yang mengatur tentang pembatasan terhadap eksekutif (terutama Residen)
dan kepolisian, dan jJaminan terhadap proses peradilan yang bebas.
Otokratisme administrasi
kolonial masih tetap berlangsung pada periode ini, walaupun tidak lagi sebengis
sebelumnya. Namun, pembaruan hukum yang dilandasi oleh politik liberalisasi
ekonomi ini ternyata tidak meningkatkan kesejahteraan pribumi, karena eksploitasi
masih terus terjadi, hanya subyek eksploitasinya saja yang berganti, dari
eksploitasi oleh negara menjadi eksploitasi oleh modal swasta.
c. Periode Politik Etis Sampai Kolonialisme Jepang
Kebijakan Politik Etis
dikeluarkan pada awal abad 20. Di antara kebijakan-kebijakan awal politik etis
yang berkaitan langsung dengan pembaharuan hukum adalah: 1) Pendidikan untuk
anak-anak pribumi, termasuk pendidikan lanjutan hukum; 2) Pembentukan
Volksraad, lembaga perwakilan untuk kaum pribumi; 3) Penataan organisasi
pemerintahan, khususnya dari segi efisiensi; 4) Penataan lembaga peradilan,
khususnya dalam hal profesionalitas; 5) Pembentukan peraturan
perundang-undangan yang berorientasi pada kepastian hukum. Hingga runtuhnya
kekuasaan kolonial, pembaruan hukum di Hindia Belanda mewariskan: 1)
Dualisme/pluralisme hukum privat serta dualisme/pluralisme lembaga-lembaga
peradilan; 2) Penggolongan rakyat ke dalam tiga golongan; Eropa dan yang
disamakan, Timur Asing, Tionghoa dan Non-Tionghoa, dan Pribumi.
Masa pendudukan Jepang
pembaharuan hukum tidak banyak terjadi seluruh peraturan perundang-undangan
yang tidak bertentangan dengan peraturan militer Jepang, tetap berlaku sembari
menghilangkan hak-hak istimewa orang-orang Belanda dan Eropa lainnya. Beberapa
perubahan perundang-undangan yang terjadi: 1) Kitab UU Hukum Perdata, yang
semula hanya berlaku untuk golongan Eropa dan yang setara, diberlakukan juga
untuk orang-orang Cina; 2) Beberapa peraturan militer disisipkan dalam
peraturan perundang-undangan pidana yang berlaku. Di bidang peradilan,
pembaharuan yang dilakukan adalah: 1) Penghapusan dualisme/pluralisme tata
peradilan; 2) Unifikasi kejaksaan; 3) Penghapusan pembedaan polisi kota dan
pedesaan/lapangan; 4) Pembentukan lembaga pendidikan hukum; 5) Pengisian secara
massif jabatan-jabatan administrasi pemerintahan dan hukum dengan orang-orang
pribumi.
2. Periode Revolusi Fisik Sampai Demokrasi Liberal
a. Periode Revolusi Fisik
Pembaruan hukum yang
sangat berpengaruh di masa awal ini adalah pembaruan di dalam bidang peradilan,
yang bertujuan dekolonisasi dan nasionalisasi: 1) Meneruskan unfikasi
badan-badan peradilan dengan melakukan penyederhanaan; 2) Mengurangi dan
membatasi peran badan-badan pengadilan adat dan swapraja, kecuali badan-badan
pengadilan agama yang bahkan dikuatkan dengan pendirian Mahkamah Islam Tinggi.
b. Periode Demokrasi Liberal
UUDS 1950 yang telah
mengakui hak asasi manusia. Namun pada masa ini pembaharuan hukum dan tata
peradilan tidak banyak terjadi, yang ada adalah dilema untuk mempertahankan hukum
dan peradilan adat atau mengkodifikasi dan mengunifikasinya menjadi hukum
nasional yang peka terhadap perkembangan ekonomi dan tata hubungan
internasional. Kemudian yang berjalan hanyalah unifikasi peradilan dengan
menghapuskan seluruh badan-badan dan mekanisme pengadilan atau penyelesaian
sengketa di luar pengadilan negara, yang ditetapkan melalui UU No. 9/1950
tentang Mahkamah Agung dan UU Darurat No. 1/1951 tentang Susunan dan Kekuasaan
Pengadilan.
3. Periode Demokrasi Terpimpin Sampai Orde Baru
a. Periode Demokrasi Terpimpin
Langkah-langkah
pemerintahan Demokrasi Terpimpin yang dianggap sangat berpengaruh dalam
dinamika hukum dan peradilan adalah: 1) Menghapuskan doktrin pemisahan
kekuasaan dan mendudukan MA dan badan-badan pengadilan di bawah lembaga
eksekutif; 2) Mengganti lambang hukum ?dewi keadilan? menjadi ?pohon beringin?
yang berarti pengayoman; 3) Memberikan peluang kepada eksekutif untuk melakukan
campur tangan secara langsung atas proses peradilan berdasarkan UU No.19/1964
dan UU No.13/1965; 4) Menyatakan bahwa hukum perdata pada masa kolonial tidak
berlaku kecuali sebagai rujukan, sehingga hakim mesti mengembangkan
putusan-putusan yang lebih situasional dan kontekstual.
b. Periode Orde Baru
Perkembangan dan dinamika
hukum dan tata peradilan di bawah Orde Baru justru diawali oleh penyingkiran
hukum dalam proses politik dan pemerintahan. Di bidang perundang-undangan,
rezim Orde Baru ?membekukan? pelaksanaan UU Pokok Agraria, dan pada saat yang
sama membentuk beberapa undang-undang yang memudahkan modal asing berinvestasi
di Indonesia; di antaranya adalah UU Penanaman Modal Asing, UU Kehutanan, dan
UU Pertambangan. Selain itu, orde baru juga melakukan: 1) Penundukan
lembaga-lembaga hukum di bawah eksekutif; 2) Pengendalian sistem pendidikan dan
penghancuran pemikiran kritis, termasuk dalam pemikiran hukum; Singkatnya, pada
masa orde baru tak ada perkembangan yang baik dalam hukum Nasional.
4. Periode Pasca Orde Baru
(1998 – Sekarang)
Sejak pucuk eksekutif di
pegang Presiden Habibie hingga sekarang, sudah terjadi empat kali amandemen UUD
RI. Di arah perundang-undangan dan kelembagaan negara, beberapa pembaruan
formal yang mengemuka adalah: 1) Pembaruan sistem politik dan ketetanegaraan;
2) Pembaruan sistem hukum dan hak asasi manusia; dan 3) Pembaruan sistem
ekonomi.
Penyakit lama orde baru,
yaitu KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) masih kokoh mengakar pada masa pasca
orde baru, bahkan kian luas jangkauannya. Selain itu, kemampuan perangkat hukum
pun dinilai belum memadai untuk dapat menjerat para pelaku semacam itu. Aparat
penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan hakim (kini ditambah advokat) dilihat
masih belum mampu mengartikulasikan tuntutan permbaruan hukum, hal ini dapat
dilihat dari ketidakmampuan Kejaksaan Agung meneruskan proses peradilan mantan
Presiden Soeharto, peradilan pelanggaran HAM, serta peradilan para konglomerat
hitam. Sisi baiknya, pemberdayaan rakyat untuk menuntut hak-haknya dan
mengembangkan sumber daya hukumnya secara mandiri, semakin gencar dan luas
dilaksanakan. Walaupun begitu, pembaruan hukum tetap terasa lambat dan masih
tak tentu arahnya.
BAB
III
ANALISA
DAN PEMBAHASAN
A).
Dasar Hukum Penemuan Hukum Di Indonesia
secara umum, dasar penemuan
hukum di indonesia selain karena adanya asas universal, juga tersirat dalam perundang-undangan,
sebagai berikut.
1. Asas
Curia novit, yaitu “hakim di anggap mengetahui hukum”, sehingga hakim tidak
boleh menolak suatu perkara yang diajukan kepadanya dengan alasan perturanya
kurang jelas atau tidak ada peraturannya.
2. pasal
27 ayat 1 UU Nomor 14 Tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan
kehakiman, mengatur bahwa “hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib
menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup di masyarakat”.
3. Untuk
mengisi kekosongan perundang-undangan atau hkum tertulis. untuk itu, suatu
perkara yang tidak ada peraturannya, hakim tetap wajib memeriksa dan memutus
perkara tersebut dengan menggunakan metode analogi terhadap suatu peraturan
yang mirip dengan perkara yang di periksa.[1]
B).
Amandemen UUD 1945
Konstitusi suatu negara
pada hakekatnya merupakan hukum dasar tertinggi yang memuat hal-hal mengenai
penyelenggaraan negara, karenanya suatu konstitusi harus memiliki sifat yang
lebih stabil dari pada produk hukum lainnya. Terlebih lagi jika jiwa dan
semangat pelaksanaan penyelenggaraan negara juga diatur dalam konstitusi
sehingga perubahan suatu konstitusi dapat membawa perubahan yang besar terhadap
sistem penyelenggaraan negara. Bisa jadi suatu negara yang demokratis berubah
menjadi otoriter karena terjadi perubahan dalam konstitusinya.
Adakalanya keinginan rakyat
untuk mengadakan perubahan konstitusi merupakan suatu hal yang tidak dapat
dihindari. Hal ini terjadi apabila mekanisme penyelenggaraan negara yang diatur
dalam konstitusi yang berlaku dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan aspirasi
rakyat. Oleh karena itu, konstitusi biasanya juga mengandung ketentuan
mengenai perubahan konstitusi itu sendiri, yang kemudian prosedurnya dibuat
sedemikian rupa sehingga perubahan yang terjadi adalah benar-benar aspirasi
rakyat dan bukan berdasarkan keinginan semena-mena dan bersifat sementara atau
pun keinginan dari sekelompok orang belaka.
Pada dasarnya ada dua macam
sistem yang lazim digunakan dalam praktek ketatanegaraan di dunia dalam hal
perubahan konstitusi. Sistem yang pertama adalah bahwa apabila suatu konstitusi
diubah, maka yang akan berlaku adalah konstitusi yang berlaku secara
keseluruhan (penggantian konstitusi). Sistem ini dianut oleh hampir semua
negara di dunia. Sistem yang kedua ialah bahwa apabila suatu konstitusi diubah,
maka konstitusi yang asli tetap berlaku. Perubahan terhadap konstitusi tersebut
merupakan amandemen dari konstitusi yang asli tadi. Dengan perkataan lain,
amandemen tersebut merupakan atau menjadi bagian dari konstitusinya. Sistem ini
dianut oleh Amerika Serikat.
Menurut C.F Strong ada
empat macam prosedur perubahan kosntitusi:
1.
Perubahan konstitusi yang dilakukan oleh
pemegang kekuasaan legislatif, akan tetap yang dilaksanakan menurut
pembatasan-pembatasan tertentu. Perubahan ini terjadi melalui tiga macam
kemungkinan.
- Pertama, untuk mengubah konstitusi, sidang pemegang kekuasaan legislatif harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya sejumlah anggota tertentu (kuorum) yang ditentukan secara pasti
- Kedua, untuk mengubah konstitusi maka lembaga perwakilan rakyat harus dibubarkan terlebih dahulu dan kemudian diselenggarakan pemilihan umum. Lembaga perwakilan rakyat harus diperbaharui inilah yang kemudian melaksanakan wewenangnya untuk mengubah konstitusi.
- Ketiga, adalah cara yang terjadi dan berlaku dalam sistem majelis dua kamar. Untuk mengubah konstitusi, kedua kamar lembaga perwakilan rakyat harus mengadakan sidang gabungan. Sidang gabungan inilah, dengan syarat-syarat seperti dalam cara pertama, yang berwenang mengubah kosntitusi.
- Perubahan konstitusi yang dilakukan rakyat melalui suatu referendum. Apabila ada kehendak untuk mengubah kosntitusi maka lembaga negara yang diberi wewenang untuk itu mengajukan usul perubahan kepada rakyat melalui suatu referendum atau plebisit. Usul perubahan konstitusi yang dimaksud disiapkan lebih dulu oleh badan yang diberi wewenang untuk itu. Dalam referendum atau plebisit ini rakyat menyampaikan pendapatnya dengan jalan menerima atau menolak usul perubahan yang telah disampaikan kepada mereka. Penentuan diterima atau ditolaknya suatu usul perubahan diatur dalam konstitusi.
- Perubahan konstitusi yang berlaku pada negara serikat yang dilakukan oleh sejumlah negara bagian. Perubahan konstitusi pada negara serikat harus dilakukan dengan persetujuan sebagian terbesar negara-negara tersebut. Hal ini dilakukan karena konstitusi dalam negara serikat dianggap sebagai perjanjian antara negara-negara bagian. Usul perubahan konstitusi mungkin diajukan oleh negara serikat, dalam hal ini adalah lembaga perwakilannya, akan tetapi kata akhir berada pada negara-negara bagian. Disamping itu, usul perubahan dapat pula berasal dari negara-negara bagian.
- Perubahan konstitusi yang dilakukan dalam suatu konvensi atau dilakukan oleh suatu lemabag negara khusus yang dibentuk hanya untuk keperluan perubahan. Cara ini dapat dijalankan baik pada Negara kesatuan ataupun negara serikat. Apabila ada kehendak untuk mengubah konstitusi, maka sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dibentuklah suatu lembaga negara khusus yang tugas serta wewenangnya hanya mengubah konstitusi. Usul perubahan dapat berasal dari pemegang kekuasaan perundang-undangan dan dapat pula berasal dari pemegang kekuasaan perundang-undangan dan dapat pula berasal dari lembaga negara khusus tersebut. Apabila lembaga negara khusus dimaksud telah melaksanakan tugas serta wewenang sampai selesai,dengan sendirinya lembaga itu bubar.
C).
Pengggantian UUD 1945
Pro dan kontra penggantian UUD 1945
ini perlu penulis uraikan agar kita menyadari dimana sebenarnya posisi kita dalam
bernegara .tanpa menyadari dimana posisi kita dalam bernegara. Penulis khawatir
kita akan terjerumus kedalam situasi tanpa kepastian hukum yang akhir-akhir ini
semakin berlarut. Atas dasar itu pro dan kontra terhadap penggantian UUD 1945
sekaligus menjadi menjadi semacam parame ter apakah reformasihukumyang
diinginkan (reformis ) dapat terwujud atau tidak.
Secaraumum ada tiga fenomena kelompok
dalam melihat UUD 1945.pertama,mereka yang bersikukuh ingin tetap UUD
1945.pertama,mereka yang bersikukuh ingin tetap UUD 1945 tanpa ada perubahan
(amandemen) apalagi penggantian. Kelompok ini berargumen bahwa dengan mengubah
atau mengganti UUD1945 kita sebenarnya tidak memilki rasa nasionalisme.
Ditambahkan materi-materi yang ada didalam UUD itu adalah telah sangat baik dan
merupakan hasil pemikiran para founding fathers yang matang. Sehingga tak
perlulah mengutak-atik UUD 1945;bagi mereka the spirit of natinalism jauh lebih
penting daripada the spirit of contitutionalism itself.berada dalam kelompok
ini natara lain prof.Dimyati Hartono.
Masih dengan pendirian UUD1945 tak
perlu disentuh,ada kelompok yang berargumen bahwa secara konsepsional UUD 1945
itu sudah baik,yang salah dan tak mampu melaksanakan konstitusi itu justru
faktormanusianya. Sehingga, faktor manusianyalah yang semestinya dipersoalkan.
Dimasa orde baru kelompok model ini di sebut kelompok “status quo”.mereka
cenderung tak dapat menerima apapun yang telah berjalan secara mapan
diutak-atik(dipersoalkan).
Kelompok ketiga adalah kelompok yang
pro terhadapperubahan UUD 1945,karena tanpa penggantian akan terjadi stagnasi
dalamkita bernegara. UUD1945 bukanlah kitab suci yang begitu dibuat berlaku
abadi.Argumen kelompok ikedua dan ketiga ini realistis dan rasional,yang
penting bagi mereka adalah tujuan konstitusi ata unegara untuk
kemakmuran,mensejahterakan dan mensentosakan masyarakat dapat terwujud.[2]
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Perkembangan hukum di
Indonmesia dari dulu hingga sekarang
mengalami banyak perubahan dan perkembangan akan tetapi suasana politik ikut
serta dalam perkembangan hukum itu sendiri sehingga mengakibatkan banyaknya
hukum atau peraturan yang tidak memihak ke masyarakat, pada hal tujuan
pembentukan hukum itu sendiri adalah untuk kepentingan negara dan masyarakat
pada umumnya.
perubahan konstitusi dan merubah karakter bangsa adalah
solusi untuk menjadikan hukum itu lebih efektif dan baik karena dua hal
tersebut saling berkaitan dimana konstitusi adalah pegangan utama negara yang
bersipat mengikat dan menjadi rujukan dalam setiap pembentukan hukum. dan faktor
manusia merupakan pelaksana atau subjek yang menjalankan hukum tersebut kalau
dua hal tersebut berjalan dengan baiik antara konstitusi yang baik dan karakter
manusia yang mentaatinya maka akan terjadi keselarasan untuk penegakan hukum
dan meningkatkan kedisiplinan masyarakat.
diakui ataupun tidak dengan hukum yang baik maka
pelaksanakan ketatanegaraan akan baik pula begitupun sebaliknya hal ini karena
hukum menuntun masyarakat kedalam kedisiplinan dalam berbangsa dan bernegara.
oleh karenanya masih banyak PR bagi kita semua untuk bisa menggali hukum dan
memahami karakter bangsa ini untuk mencari solusi terhadap hukum di indonesia
sehingga bisa mencari solusi yang tepat untuk pembenahan hukum di indonesia
demi terciptanya keadilan yang hakiki. wallahu’alam.
DAFTAR
PUSTAKA
Djamali,R.Abdoel,Pengantar Hukum Indonesia,PT Raja
Grafindo Persada,jakarta,1996.
Mas,
Marwan,Pengantar Ilmu Hukum, PT
Ghalia Indonesia,jkarta,2004.
Malian,Sobirin,Gagasan Perlunya Konstitusi Baru,UII
Pers,Jogjakarta,2001.
http//ensiklopedi.com
0 komentar:
Posting Komentar