Macam-macam
Tafsir Berdasarkan sumbernya
Secara umum
tafsir dibagi menjadi dua kelompok, yaitu Tafsir bil ma'tsur dan tafsir
birro'yi. Dibawah ini kita jelaskan ada dua macam tafsir ini beserta hukumnya:
1. Tafsir
bil ma’tsur
Tafsir bil ma’tsur adalah
tafsir yang berlandaskan naqli yang shahih, dengan
cara menafsirkan Al-Qur'an dengan Al-Qur'an atau dengan sunnah, yang merupakan
penjelas kitabullah. Atau dengan perkataan para sahabat yang merupakan orang-
orang yang paling tahu tentang kitabullah, atau dengan perkataan tabi'in yang
belajar tafsir dari para sahabat. Cara tafsir bil ma'tsur adalah dengan memakai
atsar-atsar yang menjelaskan tentang makna suatu ayat, dan tidak membicarakan
hal-hal yang tidak ada faedahnya, selama tidak ada riwayat yang shohih tentang
itu.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Wajib
diketahui bahwa nabi telah menjelaskan makna-makna Al-Qur'an kepada para
sahabat sebagaimana telah menjelaskan lafadz-lafadznya kepada mereka. Karena
_rman Allah, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah dirurunkan
kepada mereka (QS. An-Nahl: 44) mencakup penjelasan lafadz-lafadz dan makna.
Dan beliau juga berkata, Jika ada orang yang bertanya, "Apa jalan tafsir
yang terbaik?" Maka jawabannya adalah : Yang paling shahih dari cara
menafsirkan Al-Qur'an adalah menafsirkan Al-Qur'an dengan Al-Qur'an.
Apa yang dimaksud mujmal di suatu ayat, dijelaskan
di ayat lainnya. Apa yang
diringkas dalam suatu ayat, diperpanjang di tempat yang lain. Kalau hal ini
menyulitkanmu maka wajib bagimu mencarinya dalam sunnah Rasulullah, karena
sunnah adalah pemberi keterangan Al-Qur'an dan penjelas baginya. Allah
ber_rman, Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur'an, agar kamu menerangkan kepada
umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka
memikirkan. (QS. An-Nahl:44).Dan karena inilah Rasulullah bersabda,Ketahuilah
aku telah diberi Al-Qur'an dan yang semisalnya (yaitu As-Sunnah) bersamanya.
Dan jika kita
tidak menjumpai tafsir dalam Al-Qur'an dan sunnah, maka kita merujuk kepada
perkataan para sahabat. Karena mereka lebih tahu tentang tafsir dengan apa-apa
yang mereka persaksikan dari Al-Qur'an dan keadaan-keadaan khusus bagi mereka.
Juga apa yang dimiliki mereka dari pemahaman yang sempurna, ilmu yang shahih dan
amal yang shahih. Dan jika kita tidak mendapatkan tafsir dalam Al-Qur'an dan
tidak juga dalam As-Sunnah dan tidak juga dari perkataan para sahabat, maka
banyak para imam yang merujuk kepada perkataan tabi'in seperti Mujahid bin
Jabr, Sa'id bin Jubair, Ikrimah, Atho' bin Abi Robah, Al-Hasan Al-Bashri,
Masruq bin Al-Ajda', Sa'in bin Al-Musayyib, Abul 'Aliyah, Robi' bin Anas,
Qotadah, Adh-Dhohak bin Muzaahim dan yang selain mereka dari tabi'in.
Hukum Tafsir bil Ma’tsur.
Tafsir bil
ma'tsur adalah yang wajib diikuti dan diambil. Karena terjaga dari penyelewengan
makna kitabullah. Ibnu Jarir berkata, Ahli tafsir yang paling tepat mencapai
kebenaran adalah yang paling jelas hujjahnya terhadap sesuatu yang dia
tafsirkan dengan dikembalikan tafsirnya kepada Rasulullah dengan khabar-khabar
yang tsabit dari beliau dan tidak keluar dari perkataan salaf Berkata Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah, Dan kita mengetahui bahwa Al-Qur'an telah dibaca oleh para
sahabat, tabi'in dan orang-rang yang mengikuti mereka. Dan bahwa mereka paling tahu
tentang kebenaran yang dibebankan Allah kepada Rasulullah untuk menyampaikannya.
2. Tafsir
Bir Ro’yi
Tafsir bir Ro’yi adalah
tafsir yang berlandaskan pemahaman pribadi penafsir, dan istimbatnya dengan
akal semata. Tafsir ini banyak dilakukan oleh ahli bid'ah yang meyakini
pemikiran tertentu kemudian membawa lafadz-lafadz Al-Qur'an kepada pemikiran
mereka tanpa ada pendahulu dari kalangan sahabat maupun tabi'in. Tidak dinukil
dari para imam ataupun pendapat merek dan tidak pula dari tafsir mereka.
Seperti kelompok Mu'tazilah yang banyak menulis tafsir berlandaskan pokok-pokok
pemikiran mereka yang sesat, seperti Tafsir Abdurrohman bin Kaisar, Tafsir Abu
'Ali Al-Juba'i, Tafsir Al-Kabir oleh Abdul Sabban dan Al-Kasysyaf yang ditulis
oleh Zamakhsari.
Hukum
Tafsir Bir Ro’yi
Adapun menafsirkan Al-Qur'an dengan akal semata,
maka hukumnya adalah harom.Sebagaimana rman Allah, Dan janganlah kamu mengikuti
apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. (QS. Al-Isro': 36)
Rasulullah bersabda,Barangsiapa yang berkata tentang Al-Qur'an dengan akalnya
semata, maka hendaknya mengambil tempat duduknya di neraka. Karena inilah, banyak ulama salaf yang merasa
berat menafsirkan suatu ayat Al-Qur'an tanpa ilmu, sebagaimana dinukil dari Abu
Bakar Ash-Shiddiq bahwa ia berkata, Bumi manakah yang bisa membawaku, dan
langit manakah yang akan menaungiku jika aku mengatakan sesuatu tentang
Al-Qur'an yang aku tidak punya ilmunya?.
Dari Ibnu Abi Malikah bahwasanya Ibnu Abbas ditanya
tentang suatu ayat yang jikasebagian di antara kalian ditanya tentu akan
berkata tentangnya, maka ia enggan berkata tentangnya. 20Berkata
Ubaidullah bin Umar, Telah aku jumpai para fuqoha Madinah, dan sesungguhnya
mereka menganggap besar bicara dalam hal tafsir. Di antara mereka adalah Salim
bin Abdullah, Al-Qosim bin Muhammad, Sain bin Musayyib dan Na Masyruq berkata,
"Hati-hatilah kalian dari tafsir, karena dia adalah riwayat dari
Allah." Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, Secara umum, barangsiapa
yang berpaling dari madzhab sahabat dan tabi'in dan tafsir mereka kepada tafsir
yang menyelisihinya, maka telah berbuat kesalahan, bahkan berbuat bid'ah
(sesuatu hal yang baru yang tidak adacontohnya dari Rasulullah) dalam agama.
3.
Tafsir
Isyari
Menurut
kaum sufi, setiap ayat mempunyai makna yang zahir dan batin. Yang zahir adalah
yang segera mudah dipahami oleh akal pikiran sedangkan yang batin adalah yang
isyarat-isyarat yang tersembunyi dibalik itu yang hanya dapat diketahui oleh
ahlinya. Isyarat-isyarat kudus yang terdapat di balik ungkapan-ungkapan
Al-Qur'an inilah yang akan tercurah ke dalam hati dari limpahan gaib
pengetahuan yang dibawa ayat-ayat. Itulah yang biasa disebut tafsir Isyari.
Contoh bentuk penafsiran secara Isyari antara
lain adalah pada ayat: “.......Innallaha ya`murukum an tadzbahuu baqarah.....”
(Surat Al Baqarah: 67) Yang mempunyai makna zhahir adalah “......Sesungguhnya
Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina...” tetapi dalam tafsir
Isyari diberi makna dengan “....Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih
nafsu hewaniah...”.
2. Macam-Macam
Tafsir Berdasarkan Metodenya.
1. Metode Tahlili
Yaitu metode panafsiran aya-ayat
Al-Qur’an secara analitis dengan memaparkan segala aspek yang terkandung
didalam ayat yang ditafsirkannya. Sesuai dengan bidang keahlian mufassir
tersebut. Uraiannya, antara lain menyangkut kosa kata, keserasian redaksi dan
keindahan bahasanya, dan keterkaitan makna ayat yang sedang ditafsirkan dengan
ayat yang sebelum dan sesudahnya dan sebab-sebab turunya ayat. Penafsiran
dengan metode ini dilakukan secara berurutan dan berkesenambungan terhadap ayat
demi ayat dan surat demi surat, sesuai dengan urutannya yang terdapat dalam
mushaf usmani yang ada sekarang mulai dari awal surat Al-Fatihah sampai dengan
akhir surat An-Nas.
2. Metode Ijmaly ( Metode Global )
Yaitu penafsiran Al-Qur’an secara
singkat dan Global, tanpa uraian panjang lebar, tapi mencangkup makna yang
dikehendaki dalam ayat, dalam hal ini mufasssir hanya menjelaskan arti dalam
maksud ayat dengan uraian singkat yang dapat menjelaskan artinya sebatas makna
yang terkait langsung, tanpa menyinggung hal-hal tidak terkait secara langsung
dengan ayat.
3. Metode Muqoran ( Metode Komfarasi /
Perbandingan )
Tafsir dengan metode muqoron adalah
menafsirkan Al-Qur’an dengan cara mengambil sejumlah ayat-ayat Al-Qur’an,
kemudian mengemukan pendapat para ulama tafsir dan membandingkan kecenderungan
para ulama tersebut, kemkudian mengambil kesimpulan dari hasil perbandingannya.
4. Metode Maudhu’i ( Metode Tematik )
yaitu metode yang ditumpuhkan oleh
seseorang mufassir untuk menjelaskan konsep Al-Qur’an tentang suatu masalah/
tema tertentu dengan cara menghimpun seluruh ayat al-qur’an yang membicarakan
tema tersebut, kemudian masing-masing ayat tersebut dikaji secara komprehensif,
mendalam dan tuntas dari berbagai aspek kajiannya. Baik dari segi
asbabunnuzulnya,munasabahnya, makna kosa katanya. Pendapat para mufassir
tentang makna masing –masing ayat secara persial, serta aspek-aspek lainnya
yang dipandang penting, ayat-ayat tersebut dipandang sebagai sutu kesatuan yang
integralmembicarakan suatu tema ( maudhu ) tentu didukung oleh fakta dan data,
dikaji secara ilmiah dan rasional
Macam-macam tafsir berdasarkan carak
penafsirannya.
Corak penafsiran yang dimaksud dalam hal ini adalah bidang
keilmuan mewarnai suatu kitap tafsir. Hal ini terjadi karena mufassir memeliki
latar belakang keilmuan yang berbeda-beda, sehingga tafsir yang dihasilkannya
pun memiliki corak sesuai dengan disiplin ilmu yang dikuasainya.
Berdasarkan
corak penafsirannya, kitap-kitap tafsir terbagi kepada beberapa macam :
1. Tafsir shufi/isyari, corak penafsiran ilmu tashawuf
yang dari segi sumbernya termasuk tafsir isyari.
2. Tafsir fiqh , corak penafsiran yang lebih
banyak menyoroti masalah-masalah fiqhi. Dari segi sumber penafsirannya, tafsir
bercorak fiqhi ini termasuk tafsir Bil-Ma’tsur
3. Tafsir
falsafi, yaitu
yang dalam penjelasanya menggunakan pendekatan filsafat, termasuk dalam hal ini
adalah tafsir yang bercorak kajian ilmu kalam. Dari segi sumber panafsirannya
tafsir bercorak filasafi ini termasuk tafsir Bir-Ra’yi.
4. Tafsir
ilmiy, yaitu
tafsir yang lebih menekankan pembahasannya dengan pendekatan ilmu-ilmu
pengetahuan umum. Dari segi sumber panafsirannya tafsir bercorak ilmiy ini juga
termasuk tafsir Bil-Ra’yi
5. Tafsir
al-adap al-ijtima’i,
yaitu tafsir yang menekankan pembahasannya pada masalah-masalah social
kemasyarakatan dari sumber penafsiran tafsir bercorak Al-Adab al-ijtima’i ini
termasuk tafsiur Bir- Ra’yi
Daftar Pustaka
Dr. ash-Shalih. Shubhi, Membahas Ilmu-ilmu Alquran (Penterjemah
Tim Pustaka Firdaus)Pustaka Firdaus, Jakarta, 1993
http://www.vbaitullah.or.id
0 komentar:
Posting Komentar