A. Sejarah
Ushul Fiqh Masa Imam Mazhab
Wilayah islam yang semakin luas menjadikan para ulama
harus bisa menyesuaikan diri dengan kondisi masyarakat yang berbeda-beda,
banyak wilayah-wilayah yang masih amat kental dengan budaya dan adatnya
sehingga para ulama dengan cermat menyesusaikan diri dan menggali hukum untuk
mencari dalil apakah adat tersebut dilarang atau di bolehkan (tidak
bertentangan dengan syariat islam).
Dalam
presfektif sejarah perkembangan ilmu ushul fiqih masa Imam mazhab ini terbagi
menjadi tiga tahap yakni tahap awal (abad 3 H), tahap Perkembangan (abad 4 H);
dan tahap penyempurnaan (abad 5 H).
1.
Tahap
Awal (Abad 3 H)
Pada abad 3 H,di bawah pemerintahan
Abasiyah wilayah islam semakin meluas kebagian timur.Kahlifah –kahalifah
Abasiyah yang berkuasa abad ini adalah: Al-ma’un(w.247), Al-Mu’stahin(w.227), Al-Wasiq
(w.232), dan Al-Mutawakil (w.247 H). pada masa mereka inilah terjadi suatu
kebangkitan ilmiah dikalangan islam, yang sejak masa pemerintahan khalifah
Ar-rasid. Salah satu hasil dari kebangkitan berfikir dan semangat keilmuan islam
ketika itu adalah berkembangnya bidang fiqih, yang pada gilirannya mendorong
untuk disusunya metode berfikir fiqih yang di sebut Ushul Fiqh.
Dalam sejarah ilmu ushul fiqih , yang mula-mula menyusun
ilmu ushul fiqih secara utuh dan terpisah dari kitab-kitab fiqih ialah
Ar-Risalah,karangan Asy-Syafi’i. kitab ini dinilai para ulama sebagai kitab
yang bernilai tinggi. Selain kitab Ar-risalah,pada abad 3 H. telah tersusun
pula sejumlah kitab ushul fiqih lainnya. Namun pada umumnya kitab ushul fiqih tersebut tidak mencerminkan pemikiran –pemikiran ushul
fiqih yang utuh dan mencakup permasalahan-permasalahan ushuliyah yang menjadi
pusat perhatian para fuqaha pada zaman itu.
Hal lain yang di catat,pada abad 3 H
ini ialah lahirnya ulama-ulama besar yang
meletakan dasar berdirinya mazhab-mazhab fiqih. para pengikut mereka
semakin menunjukan perbedaan dalam mengungkapkan pemikiran ushul fiqih dari para
imamnya.
2.
Tahap
Perkembangan (Abad 4 H)
Pada abad ini merupakan awal kelemahan
dinasti Abassiyah dalam bidang politik. Pada Abad ini dinasti Abasiyyah
terpecah-pecah menjadi daulah-daulah kecil yang masing-masing dipimpin oleh
seorang sultan. Namun kelemahan di bidang politik ini tidak berpengaruh
terhadap perkembangan ilmu keislaman, pada abad 4 H ini jauh lebih maju di
banding dengan masa –masa sebelumnya. Hal ini anatara lain karena masing-masing
penguasa daulah-daulah kecil itu berusaha memajukan negerinya dengan
memperbanyak kaum intelektual, sekaligus menjadi kebanggaan mereka.juga di
sebabkan terjadinya desentralisasi ekonomi yang membawa daulah-daulah kecil itu
semakin makmur dan menopang perkembangan
ilmu pengetahuan di negerinya.
Khusus dalam ilmu fiqih pada 4 H. ini
memiliki karakteristik tersendiri dalam kerangka sejarah tasry islam. Pemikiran
liberal islam yang berlandaskan ijtihad mutlaq berhenti sampai di sini. Mereka
beranggapan bahwa ulama terdahulu telah memberikan pengetahuan yang lebih
sehingga segala persoalan bisa di pecahkan tanpa harus berijtihad. Dan mereka
menganggap para ulama terdahulu suci dari kesalahan. Akibat dari hal ini terjadi fanatisme
terhadap mazhab tertentu yang di yakini kebenarannya.
Namun demikian mereka tidak di anggap
sebagai orang –orang yang taqlid karena mereka juga terus belajar untuk
mendalami ilmu-ilmu fiqih tersebut. Perlu kita ketahui bersama bahwa pada periode
ini pintu ijtihad tertutup, sebagai konsekuensinya adalah sebagai berikut:
a).
Kegiatan para ulama cenderung menjelaskan dan mensyarahkan kitab-kitab
terdahulu saja
b).
Menghimpun masalah-masalah furu ke dalam ringkasan-ringkasan
c).
Memperbanyak pengandaian-pengandaian dalam beberapa masalah
Sebagai tanda bahwa dalam abad 4 ini
mengalami perkembangan yaitu munculnya kitab-kitab ushul fiqih karaya para
ulama yang di buat pada masa itu yakni sebagai berikut:
1. Kitab
ushul Al-Khariki, di tulis oleh Abu
Al-Hasan Ubaidillah Ibnu Al-husaini Ibnu Dilal dalaham Al-khariki, (w. 340)
2. Kitab
Al-fushul fi Al-Husul, di tulis oleh
Ahamad Ibnu Ali Abu Bakar Ar-Razim yang di kenal Al-jashshash (305-370)
3. Kitab
Bayan Kasf Al-Ahfaz, di tulis oleh
Abu Muhammad badr Ad-din Mahmud Ibnu Ziyad Al-Lamisy Al-Hanafi
3.
Tahap
Penyempurnaan (Abad 5 – 6 H)
Kelemahan poliktik di bagdad
menjadaikan pusat perdaban isalam bukan
lagi di bagdad melainkan jugan menyebar kedaulah-daulah kecil di tanah arab dan
sekitarnya seperti cairo, bhukara, Ghazah, Markusy. Hal itu di sebabkan adanya perhatian dari para sultan terhadap
pentingnya perkembangan ilmu pengetahuan dan peradaban.
Damapak dari perkembangan itu banyak ulama yang lebih
memfokuskan untuk mendalami ilmu-ilmu agama sehingga lahirnya ulama-ulama besar
seperti Al-Baqilani, Al-Ghazali, Al-Qahdhi dan lainnya. Mereka itulah ulama
pelopor yang mengembangkan ilmu-ilmu pengetahuan. Dalam perkembangannya ilmu ushul fiqih pada
abad 5 dan 6 H. ini merupakan periode penulisan ushul fiqih terpesat , sehingga
melahirkan karya kitab uhul fiqih di antaranya adalah sebagai berikut;
a. Kitab
Al-Mughni
fi Abwab Al-adl wa tahuid di
tulis oleh Al-Qadhi abd. Al jabar (w.415
b. Kitab
Al-Mu’amad fi Al-Ushul Fiqih, di
tulis oleh Abu Husin Al-Bashri (w.436)
c. Kitab
Al-Iddaffi Ushul fiqih, di tulis oleh
Abu Al-qadhi Abu Muhammad ya’la Muhammad Al-Husin Ibnu Muhammad Ibnu Khlf
Al-Farra 9w.458)
d. Kitab
Al-burhan fi ushul Al-fiqih , di
tulis oleh Abu Al-Ma’ali Abd.Al-Malik Ibnu Abdillah Al-haramain (w. 478)
e. Kitab
Al-Mustasha min Ilm Al-Ushul , di
tulis oleh Abu Hamid Al-Ghazali (w.505).
B. Aliran-Aliran ushul Fiqh
dalam sejarah ushul fiqh ada Tiga aliran yang di kenal
dengan Aliran syafiiyah (Aliran Mutakalimin) , Aliran Fuqaha, Aliran moderat .
1.
Aliran
Mutakalimin
ciri-ciri
dari aliran ini adalah sebagai berikut:
} Dalam
metodenya memusatkan diri pada kajian teoritis murni untuk menghasilkan
kaidah-kaidah ushul yang kuat, walaupun kaidah itu mungkin tidak mendukung
mazhab fiqh penulisnya.
} Dalam
mengkaji dan menelurkan kaidah ushul, metode ini sangat mengandalkan kajian
bahasa Arab yang mendalam, menggunakan dalalah (indikator) yang ditunjukkan
oleh lafazh kata atau kalimat, logika akal, dan pembuktian dalil-dalilnya.
} Metode
ini benar-benar terlepas dari pembahasan cabang-cabang fiqh dan fanatisme
mazhab, jika masalah fiqh disebutkan ia hanya sebagai contoh penerapan saja. contoh
kitabnya adalah: Ar-risalah (Imam Asy-syafii), Al-Mutamad (Abu Al-Husain
Muhammad Ibnu Ali Al-Bashri), Al-Burhan Fi Ushul Fiqh ( imam
Al-HaramainAl-Juwaini) dll.
2.
Aliran
Fuqaha
ciri-cirinya dari aliran
ini Adalah sebagai berikut:
} Keterkaitan
erat antara Ushul Fiqh dengan masalah cabang-cabang Fiqh dimana ia dijadikan
dalil dan sumber utama kaidah-kaidah ushul yang mereka buat. Apabila ada kaidah
ushul yang bertentangan dengan ijtihad fiqh para imam dan ulama mazhab Hanafi,
mereka menggantinya dengan kaidah yang sesuai.
} Tujuan
utama dari metode ini adalah mengumpulkan hukum-hukum Fiqh hasil ijtihad para
ulama mazhab Hanafi dalam kaidah-kaidah ushul.
} Metode
ini terlepas dari kajian teoritis dan lebih bersifat praktis. contoh kitabnya
adalah :Al-Ushul (Imam Abu Hasan
Al-Khariki), Kitab Al-Ushul (Abu
Bakar Al-Jashas) Ushul Al-sarakhsi (
Imam Al-Sarakhsi).
3.
Aliran
Muta’akirin (Penggabungan)
Metode ini muncul
pertama kali pada permulaan abad ke-7 Hijriyah melalui seorang alim Irak
bernama Ahmad bin Ali bin Taghlib yang dikenal dengan Muzhaffaruddin Ibnus
Sa’ati (wafat th 694 H) dengan bukunya Badi’un-Nizham Al-Jami’ baina Ushul
Al-Bazdawi Wal-Ihkam.
Di antara
keistimewaan terpenting dari metode ini adalah penggabungan antara kekuatan
teori dan praktek yaitu dengan mengokohkan kaidah-kaidah ushul dengan
argumentasi ilmiah disertai aplikasi kaidah ushul tersebut dalam kasus-kasus
fiqh.
Kitab-kitab yang dikarang dengan metode ini antara lain;
Badi’ al Nidzam al Jami’
baina ushul al Bazdawy wa al Ihkam, karangan Ibn Sa’aty al
Hanafy (w. 694 H), Tanqih al Ushul dan
syarahnya Al Taudlih fi Halli Ghowamidl al Tanqih, karangan Shadr al
Syari’ah Ubaidillah bin Mas’ud al Hanafyn
(w. 747 H).
sSumber:
Rahmat, Syafi’I, Ilmu Ushul Fiqh, CV
Pustaka Setia, Bnadung,2007.
0 komentar:
Posting Komentar