Pages

Muhamad Masikin's Slidely by Slidely Slideshow

Rabu, 13 November 2013

Resensi Buku Pluralisme

Resensi Buku
Judul buku      :Tren Pluralisme Agama, sub bab Teologi Global
Penulis             : Dr. Anis Malik Thoha
Penerbit           : Perspektif ( Kelompok Gema Insani)
Cetakan        : tahun 2005
Tebal               : 298 halaman


















A.   Pendahuluan
Pluralisme agama pada awalnya ternyata digaungkan oleh para misionaris kristen dengan tujuan untuk melemahkan agama-agama lain, khususnya Islam. Tapi ternyata justru tren itu juga mengerogoti agama kristen itu sendiri.
Dr.Anis Malik Thoha, salah satu  pakar pluralisme agama di indonesia telah meluncurkan karya luar biasanya, yakni Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis. Buku tersebut  mengkaji dengan komprehensif dan mendalam tentang  makna pluralisme dan istilah – istilah lainya yang sedang menjamur pada saat ini.  
Dalam bukunya, Dr.Anis Malik Toha mengutip definisi populer dari Pluralisme Agama yang dirumuskan John Hick. “..pluralisme agama adalah suatu gagasan bahwa agama – agama besar dunia merupakan persepsi dan konsepsi yang berbeda tentang, dan secara bertepatan merupakan respon yang beragam terhadap Yang Real atau Yang Maha Agung dari dalam pranata kultural manusia yang bervariasi dan bahwa tranformasi wujud manusia dari pemustan diri menuju pemusatan hakikat terjadi secara nyata dalam setiap masing – masing pranata kultural manusia tersebut terjadi, sejauh yang dapat diamat, sampai pada batas yang sama.”
Dengan kata lain, Hick ingin menegaskan bahwa sejatinya semua agama adalah merupaka manifestasi – masifestasi dari realitas yang satu. Dengan demikian semua agama sama dan tak ada yang lebih baik dari yang lain. Sangat jelas, rumusan Hick tentang pluralisme agama diatas adalah berangkat dari pendekatan substantif, yang mengungkung agama dalam ruang ( privat ) yang sangat sempit, dan memandang agama lebih sebagai konsep hubungan manusia dengan kekuatan sakral yang transendental dan bersifat metafisik ketimbang sebagai suatu sistem sosial.
Dengan demikian telah terjadi proses pengebirian dan “reduksi” pengertian agama yang sangat dahsyat. Sesungguhnya, pemahaman agama yang reduksinstik inilah yang merupakan “pangkal permasalahan” sosio-teologis modern yang sangat akut dan komplek yang tak mungkin diselesaikan dan ditemukan solusinya kecuali dengan mengebalikan “agama” itu sendiri ke habitat aslinya. Ketitik orbitnya yang sebenarnya, dan kepada pengertiannya yang benar dan komprehensif, tak reduksionisti.
Menurut Dr.Anis, ternyata “pemahaman reduksionistik” inilah justru yang semakin populer dan bahkan diterima di kalangan para ahli dari disiplin ilmu dan pemikiran yang berbeda, hingga menjadi sebuah fenomena baru dalam pemikiran manusia yang secara diametral berbeda dengan apa yang sudah dikenali secara umum.
Yang unik dalam fenomena baru ini adalah bahwa pemikiran “persamaan” agama (religious equality) ini, tidak saja dalam memandang ekssistensi riil agama-agama (equality on exixtence), namun juga dalam memandang aspek esensi dan ajrannya, sehingga dengan demikian diharapkan akantercipta suatu kehidupan bersama anatar agama yang harmonis, penuh toleransi, saling menghargai atau apa yang diimpikan oleh para “pluralis” sebagai “pluralisme agama”. Alih alih menciptakan kerukuan dan toleransi, paham pluralisme agama itu sendiri sebenarnya sangat tidak toleran, otoriter, dan kejam, karena menafikan kebenaran semua agama, meskipun dengan jargon menerima kebenaran semua agama.Dengan dalih Piagam Hak Asasi PBB, maka semua agama harus tunduk dan patuh. Bahkan penganutnya mengangap Piagam PBB lebih pluralisme agama.
B.   Definisi dan sejarah munculnya pluralisme agama
          Secara epistimologis pluralisme agama berasal dari dua kata yaitu “pluralisme” dan “agama”. Dalam bahasa arab disebut “al-ta’addudiyyah al-diniyyah” dan dalam bahasa inggris disebut “religious pluralism”. Pluralisme berarti “jama’” atau lebih dari satu. Dalam kamus bahasa Inggris mempunyai tiga pengertian. Pertama, pengertian kegerejaan: (i) sebutan untuk orang yang memegang lebih dari satu jabatan dalam struktur kegerejaan, (ii) memegang dua jabatan sekaligus atau lebih baik bersifat kegerejaan maupun non-kegerejaan. Kedua, pengertian filosofis: sistem pemikiran yang mengakui adanya landasan pemikiran yang mendasar lebih dari satu. Ketiga, pengertian sosio-politis: suatu sistem yang mengakui koeksistensi (kondisi hidup bersama-sama) keragaman kelompok dengan tetap menjunjung tinggi perbedaan yang sangat karakteristik diantara kelompok-kelompok tersebut. Pengertian pluralisme agama adalah kondisi hidup bersama-sama antar agama yang berbeda-beda dalam satu komunitas dengan tetap mempertahankan ciri-ciri spesifik (ajaran agama masing-masing). Para tokoh yang bersifat ekstrim terhadap pluralisme mereka mengartikan pluralisme agama adalah sebuah keyakinan bahwa semua agama didunia ini adalah sama. Memeluk dan meyakini satu agama sama saja memeluk dan meyakini semua agama karena semua agama tertuju pada inti yang sama yaitu menuju kebenaran hakiki.
          Sejarah mengenai awal pertama kali munculnya  pluralisme agama ada beberapa versi.
Versi pertama pluralisme agama berawal dari agama kristen yang dimulai setelah Konsili Vatikan II pada permulaan tahun 60-an yanng mendeklarasikan “keselamatan umum” bahkan untuk agama-agama diluar kristen. Gagasan pluralisme agama ini sebenarnya merupakan upaya-upaya peletakan landasan teologis kristen untuk berinteraksi dan bertoleransi dengan agama-agama lain. Versi kedua menyebutkan bahwa pluralisme agama berasal dari India. Misalnya Rammohan Ray (1773-1833) pencetus gerakan Brahma Samaj, ia mencetuskan pemikiran Tuhan satu dan persamaan antar agama (ajaran ini penggabungan antara Hindu-Islam). Serta masih banyak lagi pencetus pluralisme dari India, pada intinya teori pluralisme di India didasari pada penggabungan ajaran agama-agama yang berbeda.
          Sedangkan dalam dunia Islam sendiri pemikiran pluralisme agama muncul setalah perang dunia kedua. Diantara pencetus pemikiran pluralisme agama dalam Islam yaitu Rene Guenon (Abdul Wahid Yahya) dan Frithjof Schuon (Isa Nuruddin Ahmad). Karya-karya mereka ini sarat dengan pemikiran dan gagasanyang menjadi inspirasi dasar bagi tumbuh kembangnya wacana pluralisme agama.selain kedua orang tersebut juga ada Seyyed Hossein Nasr, seorang tokoh muslim Syi’ah moderat, merupakan tokoh yang bisa dianggap paling bertanggung jawab dalam mempopulerkan pluralisme agama di kalangan Islam tradisional. Pemikiran-pemikiran Nasr tentang plurlaisme agama tertuang pada tesisnya yang membahas tentang sophia perennis atau perennial wisdom (al-hikmat al-kholidah atau kebenaran abadi) yaitu sebuah wacana menghidupkan kembali kesatuan metefisika yang tersembunyi dalam tiap ajaran-ajaran agama semenjak Nabi Adam as. hingga sekarang.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Timbulnya Pluralisme Agama
1.    Faktor Internal
Faktor internal disini yaitu mengenai masalah teologis. Keyakinan seseorang yang mutlak dan absolut terhadap apa yang diyakini dan diimaninya merupakan hal yang wajar. Sikap absolutisme agama tak ada yang mempertantangkannya hingga muncul teori tentang relativisme agama. Pemikiran relativisme ini merupakan sebuah sikap pluralisme terhadap agama.
2.    Faktor Eksternal
a.    Faktor Sosio-Politik
Faktor ini berhubungan dengan munculnya pemikiran mengenai masalah liberalisme yang menyuarakan kebebasan, toleransi, kesamaan, dan pluralisme. Liberalisme inilah yang menjadi cikal bakal pluralisme. Pada awalnya liberalisme hanya menyangkut mengenai masalah politik belaka, namun pada akhirnya menyangkut masalah keagamaan juga. Politik liberal atau proses demokratisasi telah menciptakan perubahan yang sistematis dan luar biasa dalam sikap dan pandangan manusia terhadapa agama secara umum. Sehingga dari sikap ini timbullah pluralisme agama.
Situasi politik global yang kita alami saat ini menjelaskan kepada kita secara gamblang tentang betapa dominannya kepentingan politik ekonomi barat terhadap dunia secara umum. Dari sinilah terlihat jelas hakikat tujuan yang sebenarnya sikap ngotot barat untuk memonopoli tafsir tunggal mereka tentang demokrasi. Maka pluralisme agama yang diciptakan hanya merupakan salah satu instrumen politik global untuk menghalangi munculnya kekuatan-kekuatan lain yang akan menghalanginya.
b.    Faktor Keilmuan
Pada hakikatnya, terdapat banyak faktor keilmuan yang berkaitan dengan munculnya pluralisme. Namun yang berkaitan langsung dengan pembahasan ini dalah maraknya studi-studi illmiah modern terhadap agama-agama dunia, atau yang sering dikenal dengan perbandingan agama. Diantara temuan dan kesimpulan penting yang telah dicapai adalah bahwa agama-agama di dunia hanyalah merupakan ekspresi atau manifestasi yang beragam dari suatu hakikat metafisik yang absolut dan tunggal, dengan kata lain semua agama adalah sama.

C.   Tren – Tren Pluralisme Agama
bahwa tren-tren pluralisme agama secara umumdapat diklasifikasi kedalam empat kategori: Humanisme Sekuler, Teologi Global,Sinkritisme dan Hikmah Abadi.
1. Humanisme Sekuler
Humanisme sekuler adalah suatu system etika (ethical system) yang mengukuhkan dan mengagungkan nilai-nilai humanis, seperti toleransi, kasih sayang, kehormatan tanpa adanya ketergantungan pada akidah-akidah dan ajaran ajaran agama. Ciri dari 'Humanisme Sekuler ini adalah "antroposentris", yakni menganggap manusia sebagai hakikat sentral kosmos atau menempatkannya dititik sentral. Pemikiran ini merupakan kebangkitan kembali secara sadar pemikiran relativisme Protagoras, yang ditafsirkan bahwa setiap manusia standard dan ukuran segala sesuatu. Apabila terjadi perbedaan opini diantara mereka dalam suatu masalah , maka tidak ada apa yang disebut "kebenaran obyektif', sehingga tidak boleh dikatakan yang satu benar dan yang lain salah". Diantara tokoh yang mengusung konsep ini antara lain adalah F.C.S Schiller (1863-1937), Bertrand Russel. August Comte (1798-1857)

2. Teologi Global
Pengaruh "globalisasi" luar biasa dahsyat dan komplek dalam mengubah  kehidupan manusia dengan segala aspeknya diluar apa yang di bayangkan sebelumnya. Ia telah menyebabkan luntur, dan bahkan lenyapnya jati diri dan  nilai-nilai suatu kultur atau budaya.
Globalisasi juga telah mempengaruhi secara nyata dan sangat signifikan munculnya gagasan-gagasan dan wacana-wacanateologis baru yang sangat radikal, yang intinya menganjurkan bahwa tidak perlu bersikap resisten dan menentang globalisasi dan globalisme yang sudah nyatanyata tak mungkin dihindari. Manusia harus mengubah dan merombak pemikiran-pemikiran dan keyakinan-keyakinan agama tradisional agar seirama dengan semangat zaman dan nilai-nilainya yang diyakini "universal". Berdasarkan perkembangan global ini menurut John Hick memprediksi bahwa secara gradual akan terjadi proses konvergensi cara-cara beragama dimasa yang akan dating, sehingga pada suatu ketika agama-agama ini akan lebih menyerupai sekte yang beragam dalam Kristen di Amerika Utara dan Eropa saat ini daripada merupakan entitas-entitas yang ekslusif secara radikal.Wacana atau pemikiran keagamaan lintas kultur ini, menurut Hick yang di kutip Anis harus dibungkus dalam kemasan yang ia sebut global theology.
3.  Sinkretisme
Tren sinkretisme adalah suatu kecenderungan pemikiran yang berusaha menc ampur dan merekonsiliasi berbagai unsur yang berbda-beda (bahkan bertolak belakang) yang di seleksi dari berbagai agama dan tradisi, dalam suatu wadah tertentu atau dalam salah satu agama yang ada (berwujud suatu aliran baru). Pemikiran ini berasal dari agama hindu di india, yang mana tren sinkretistik ini merupakan suatu fenomena yang kuat dan bahkan dominan, serta mendapat lahan yang sangat subur di dalamnya. Ini di satu sisi, dan di sisi yang lain, tren sinkretistik yang beraroma India ini memiliki pengaruh yang tak bisa di pandang sebelah mata dalam perkembangan teori atau hepotesis pluralisme agama dan para pemikir pluralis secara umum. Wilfred Cantwell Smith, John Hick dan seyyed Hossen Nasr, jika harus menyebut beberapa nama, adalah di antara tokoh-tokoh yang paling banyak terpengaruh dengan aroma sinkretistik India ini dengan satu dan lain cara, langsung maupun tidak langsung.
4.    Hikmah Abadi (Shopia Perennis)
Kebalikan dari tren-tren sebelumnya di atas tadi, yang notabene di antara penyebab kemunculannya adalah upaya memberikan solusi teo filosofis bagi problem pluralitas agama, maka gagasan hikmah abadi menurut seyyed Hossen Nasr, seorang eksponen utama tren ini, justru muncul di abad modern ini sebagai respon kritis terhadap tren-tren di atas. Menurut Nasr tren-tren di atas ternyata telah membawa sejumlah damfak negatif terhadap agama-agama dan dengan demikian, lebih merupakan problem dari pada solusi. Maka oleh karenanya, tesis hikmah abadi ini berambisi dan mengklaim ingin mengembalikan agama-agama ke habitat asal-kesucian dan kesakralannya yang sempurna lagi absolut, serta ingin memperlakukan semuanya secara adil  dan sama rata sepenuhnya.
Dari penjelasan di atas  dapatlah kita pahami bahwa DR.Anis Malik mencoba mengkaji tren pluralisme dengan berbagai pendekatan sehingga bisa lebih di pahami makna pluralisme serta apa makna dan tujuan seorang yang terus mempromosikan gagasan pluralisme tersebut. Buku tersebut sangat penting untuk kita baca karena dengan membaca  buku tersebut kita tidak lagi terjebak kedalam pemahaman yang keliru. Ibarat sebuah buah yang tampak memikat nan lezat tetapi di dalamnya penuh dengan duri begitulah pluralisme alih-alih menawarkan solusi terhadap masalah global justru menimbulkan masalah baru yang krusial karena ketidak jelasan arah dan tujuan dari pluralisme itu sendiri.
Oleh karenanya sebagai seorang muslim hendaknya behati-hati ketika menanggapi munculnya pemikiran-pemikiran baru dalam zaman modern seperti sekarang ini sehingga kita lebih kritis terhadap pemikiran tersebut. Tentunya tolak ukurnya adalah petujuk yang Allah sudah berikan kepada kita yaitu Al-Qur’an , Hadis









0 komentar:

Posting Komentar