Pages

Muhamad Masikin's Slidely by Slidely Slideshow

Kamis, 14 November 2013

Sejarah Hukum Indinesia



BAB I
PENDAHULUAN
A.   LATAR BELAKANG
Sejarah hukum di Indonesia memiliki sejarah panjang , dari jaman kerajaan sampai zaman penjajahan dan sampai sekarang . semua itu membantu terbentuknya hukum yang ada di Indonesia. terlihat ketika sistem yang di pakai sekarang adakalanya hukum yang dipakai zaman penjajahan (belanda), dan ada hukum yang di gali dari kultur bangsa indonesia itu sendiri. semuanya memberi warna sehingga lahirnya hukum indonesia yang di terapkan sekarang.
Sebagai negara yang berdasarkan hukum, tentu saja Indonesia memiliki konstitusi yang dikenal dengan Undang-undang Dasar 1945. EksistensiUndang-undang Dasar 1945 sebagai konstitusi di Indonesia mengalami sejarah yang sangat panjang hingga akhirnya diterima sebagai landasan hukum bagi pelaksanaan ketatanegaraan di Indonesia.Dalam sejarahnya, Undang-undang Dasar 1945 dirancang sejak 29 Mei1945 sampai 16 Juni 1945 oleh Badan Penyelidik Usaha-usaha PersiapanKemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang beranggotakan 21 orang, diketuai Ir.Soekarno dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakil ketua dengan 19 orang anggotayang terdiri dari 11 orang wakil dari Jawa, 3 orang dari Sumatra dan masing-masing 1 wakil dari Kalimantan, Maluku, dan Sunda Kecil. Badan tersebut(BPUPKI) ditetapkan berdasarkan Maklumat Gunseikan Nomor 23 bersamaandengan ulang tahun Tenno Heika pada 29 April 1945 (Malian, 2001: 59).Badan ini kemudian menetapkan tim khusus yang bertugas menyusunkonstitusi bagi Indonesia merdeka yang kemudian dikenal dengan nama Undang- undang Dasar 1945 (UUD45).
B.     Rumusan Masalah
berdasarkan latar belakang sebagaimana diuraikan di atas, maka rumusan masalah yang akan di kaji dalam makalah ini
1.    Apa Dasar Hukum Penemuan Hukum di Indonesia ?
2.    Bagaimanakah Amandemen UUD 1945 itu ?
3.    Perlukah adanya konstitusi baru sebagai pengganti UUD 1945 ?

    C. Tujuan
1. Sebagai refleksi dalam melihat perkembangan hukum di Indonesia
2. Sebagai wawasan para mahasiswa untuk mengetahui terbentuknya hukum di Indonesia
3. sebagai bahan evaluasi untuk mencari solusi hukum di Indonesia


















BAB II
KERANGKA TEORI
A. Sejarah Hukum di Indonesia
1. Periode Kolonialisme
Periode kolonialisme terbagi ke dalam tiga tahapan besar, yakni: periode VOC, Liberal Belanda dan Politik etis hingga penjajahan Jepang.

a.   Periode VOC

Pada masa pendudukan VOC, sistem hukum yang diterapkan bertujuan untuk:
1) Kepentingan ekspolitasi ekonomi demi mengatasi krisis ekonomi di negeri Belanda;
2) Pendisiplinan rakyat pribumi dengan cara yang otoriter; dan
3) Perlindungan terhadap pegawai VOC, sanak-kerabatnya, dan para pendatang Eropa.
Hukum Belanda diberlakukan terhadap orang-orang Belanda atau Eropa. Sedangkan bagi pribumi, yang berlaku adalah hukum-hukum yang dibentuk oleh tiap-tiap komunitas secara mandiri. Tata pemerintahan dan politik pada zaman itu telah meminggirkan hak-hak dasar rakyat di nusantara dan menjadikan penderitaan yang mendalam terhadap rakyat pribumi di masa itu.

b.   Periode liberal Belanda

Pada 1854 di Hindia Belanda diterbitkan Regeringsreglement (selanjutnya disebut RR 1854) atau Peraturan tentang Tata Pemerintahan (di Hindia Belanda) yang tujuan utamanya melindungi kepentingan kepentingan usaha-usaha swasta di negeri jajahan dan untuk pertama kalinya mengatur perlindungan hukum terhadap kaum pribumi dari kesewenang-wenangan pemerintahan jajahan. Hal ini dapat ditemukan dalam (Regeringsreglement) RR 1854 yang mengatur tentang pembatasan terhadap eksekutif (terutama Residen) dan kepolisian, dan jJaminan terhadap proses peradilan yang bebas.
Otokratisme administrasi kolonial masih tetap berlangsung pada periode ini, walaupun tidak lagi sebengis sebelumnya. Namun, pembaruan hukum yang dilandasi oleh politik liberalisasi ekonomi ini ternyata tidak meningkatkan kesejahteraan pribumi, karena eksploitasi masih terus terjadi, hanya subyek eksploitasinya saja yang berganti, dari eksploitasi oleh negara menjadi eksploitasi oleh modal swasta.

c.    Periode Politik Etis Sampai Kolonialisme Jepang

Kebijakan Politik Etis dikeluarkan pada awal abad 20. Di antara kebijakan-kebijakan awal politik etis yang berkaitan langsung dengan pembaharuan hukum adalah: 1) Pendidikan untuk anak-anak pribumi, termasuk pendidikan lanjutan hukum; 2) Pembentukan Volksraad, lembaga perwakilan untuk kaum pribumi; 3) Penataan organisasi pemerintahan, khususnya dari segi efisiensi; 4) Penataan lembaga peradilan, khususnya dalam hal profesionalitas; 5) Pembentukan peraturan perundang-undangan yang berorientasi pada kepastian hukum. Hingga runtuhnya kekuasaan kolonial, pembaruan hukum di Hindia Belanda mewariskan: 1) Dualisme/pluralisme hukum privat serta dualisme/pluralisme lembaga-lembaga peradilan; 2) Penggolongan rakyat ke dalam tiga golongan; Eropa dan yang disamakan, Timur Asing, Tionghoa dan Non-Tionghoa, dan Pribumi.
Masa pendudukan Jepang pembaharuan hukum tidak banyak terjadi seluruh peraturan perundang-undangan yang tidak bertentangan dengan peraturan militer Jepang, tetap berlaku sembari menghilangkan hak-hak istimewa orang-orang Belanda dan Eropa lainnya. Beberapa perubahan perundang-undangan yang terjadi: 1) Kitab UU Hukum Perdata, yang semula hanya berlaku untuk golongan Eropa dan yang setara, diberlakukan juga untuk orang-orang Cina; 2) Beberapa peraturan militer disisipkan dalam peraturan perundang-undangan pidana yang berlaku. Di bidang peradilan, pembaharuan yang dilakukan adalah: 1) Penghapusan dualisme/pluralisme tata peradilan; 2) Unifikasi kejaksaan; 3) Penghapusan pembedaan polisi kota dan pedesaan/lapangan; 4) Pembentukan lembaga pendidikan hukum; 5) Pengisian secara massif jabatan-jabatan administrasi pemerintahan dan hukum dengan orang-orang pribumi.
2. Periode Revolusi Fisik Sampai Demokrasi Liberal
a. Periode Revolusi Fisik
Pembaruan hukum yang sangat berpengaruh di masa awal ini adalah pembaruan di dalam bidang peradilan, yang bertujuan dekolonisasi dan nasionalisasi: 1) Meneruskan unfikasi badan-badan peradilan dengan melakukan penyederhanaan; 2) Mengurangi dan membatasi peran badan-badan pengadilan adat dan swapraja, kecuali badan-badan pengadilan agama yang bahkan dikuatkan dengan pendirian Mahkamah Islam Tinggi.

b. Periode Demokrasi Liberal

UUDS 1950 yang telah mengakui hak asasi manusia. Namun pada masa ini pembaharuan hukum dan tata peradilan tidak banyak terjadi, yang ada adalah dilema untuk mempertahankan hukum dan peradilan adat atau mengkodifikasi dan mengunifikasinya menjadi hukum nasional yang peka terhadap perkembangan ekonomi dan tata hubungan internasional. Kemudian yang berjalan hanyalah unifikasi peradilan dengan menghapuskan seluruh badan-badan dan mekanisme pengadilan atau penyelesaian sengketa di luar pengadilan negara, yang ditetapkan melalui UU No. 9/1950 tentang Mahkamah Agung dan UU Darurat No. 1/1951 tentang Susunan dan Kekuasaan Pengadilan.
3.   Periode Demokrasi Terpimpin Sampai Orde Baru

a.   Periode Demokrasi Terpimpin

Langkah-langkah pemerintahan Demokrasi Terpimpin yang dianggap sangat berpengaruh dalam dinamika hukum dan peradilan adalah: 1) Menghapuskan doktrin pemisahan kekuasaan dan mendudukan MA dan badan-badan pengadilan di bawah lembaga eksekutif; 2) Mengganti lambang hukum ?dewi keadilan? menjadi ?pohon beringin? yang berarti pengayoman; 3) Memberikan peluang kepada eksekutif untuk melakukan campur tangan secara langsung atas proses peradilan berdasarkan UU No.19/1964 dan UU No.13/1965; 4) Menyatakan bahwa hukum perdata pada masa kolonial tidak berlaku kecuali sebagai rujukan, sehingga hakim mesti mengembangkan putusan-putusan yang lebih situasional dan kontekstual.

b.   Periode Orde Baru

Perkembangan dan dinamika hukum dan tata peradilan di bawah Orde Baru justru diawali oleh penyingkiran hukum dalam proses politik dan pemerintahan. Di bidang perundang-undangan, rezim Orde Baru ?membekukan? pelaksanaan UU Pokok Agraria, dan pada saat yang sama membentuk beberapa undang-undang yang memudahkan modal asing berinvestasi di Indonesia; di antaranya adalah UU Penanaman Modal Asing, UU Kehutanan, dan UU Pertambangan. Selain itu, orde baru juga melakukan: 1) Penundukan lembaga-lembaga hukum di bawah eksekutif; 2) Pengendalian sistem pendidikan dan penghancuran pemikiran kritis, termasuk dalam pemikiran hukum; Singkatnya, pada masa orde baru tak ada perkembangan yang baik dalam hukum Nasional.
4.  Periode Pasca Orde Baru (1998 – Sekarang)
Sejak pucuk eksekutif di pegang Presiden Habibie hingga sekarang, sudah terjadi empat kali amandemen UUD RI. Di arah perundang-undangan dan kelembagaan negara, beberapa pembaruan formal yang mengemuka adalah: 1) Pembaruan sistem politik dan ketetanegaraan; 2) Pembaruan sistem hukum dan hak asasi manusia; dan 3) Pembaruan sistem ekonomi.
Penyakit lama orde baru, yaitu KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) masih kokoh mengakar pada masa pasca orde baru, bahkan kian luas jangkauannya. Selain itu, kemampuan perangkat hukum pun dinilai belum memadai untuk dapat menjerat para pelaku semacam itu. Aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan hakim (kini ditambah advokat) dilihat masih belum mampu mengartikulasikan tuntutan permbaruan hukum, hal ini dapat dilihat dari ketidakmampuan Kejaksaan Agung meneruskan proses peradilan mantan Presiden Soeharto, peradilan pelanggaran HAM, serta peradilan para konglomerat hitam. Sisi baiknya, pemberdayaan rakyat untuk menuntut hak-haknya dan mengembangkan sumber daya hukumnya secara mandiri, semakin gencar dan luas dilaksanakan. Walaupun begitu, pembaruan hukum tetap terasa lambat dan masih tak tentu arahnya.






BAB III
ANALISA DAN PEMBAHASAN
A). Dasar Hukum Penemuan Hukum Di Indonesia
secara umum, dasar penemuan hukum di indonesia selain karena adanya asas universal, juga tersirat dalam perundang-undangan, sebagai berikut.
1.    Asas Curia novit, yaitu “hakim di anggap mengetahui hukum”, sehingga hakim tidak boleh menolak suatu perkara yang diajukan kepadanya dengan alasan perturanya kurang jelas atau tidak ada peraturannya.
2.    pasal 27 ayat 1 UU Nomor 14 Tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman, mengatur bahwa “hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup di masyarakat”.
3.    Untuk mengisi kekosongan perundang-undangan atau hkum tertulis. untuk itu, suatu perkara yang tidak ada peraturannya, hakim tetap wajib memeriksa dan memutus perkara tersebut dengan menggunakan metode analogi terhadap suatu peraturan yang mirip dengan perkara yang di periksa.[1]
B). Amandemen  UUD 1945
Konstitusi suatu negara pada hakekatnya merupakan hukum dasar tertinggi yang memuat hal-hal mengenai penyelenggaraan negara, karenanya suatu konstitusi harus memiliki sifat yang lebih stabil dari pada produk hukum lainnya. Terlebih lagi jika jiwa dan semangat pelaksanaan penyelenggaraan negara juga diatur dalam konstitusi sehingga perubahan suatu konstitusi dapat membawa perubahan yang besar terhadap sistem penyelenggaraan negara. Bisa jadi suatu negara yang demokratis berubah menjadi otoriter karena terjadi perubahan dalam konstitusinya.
Adakalanya keinginan rakyat untuk mengadakan perubahan konstitusi merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari. Hal ini terjadi apabila mekanisme penyelenggaraan negara yang diatur dalam konstitusi yang berlaku dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan aspirasi rakyat. Oleh karena itu,  konstitusi biasanya juga mengandung ketentuan mengenai perubahan konstitusi itu sendiri, yang kemudian prosedurnya dibuat sedemikian rupa sehingga perubahan yang terjadi adalah benar-benar aspirasi rakyat dan bukan berdasarkan keinginan semena-mena dan bersifat sementara atau pun keinginan dari sekelompok orang belaka.
Pada dasarnya ada dua macam sistem yang lazim digunakan dalam praktek ketatanegaraan di dunia dalam hal perubahan konstitusi. Sistem yang pertama adalah bahwa apabila suatu konstitusi diubah, maka yang akan berlaku adalah konstitusi yang berlaku secara keseluruhan (penggantian konstitusi). Sistem ini dianut oleh hampir semua negara di dunia. Sistem yang kedua ialah bahwa apabila suatu konstitusi diubah, maka konstitusi yang asli tetap berlaku. Perubahan terhadap konstitusi tersebut merupakan amandemen dari konstitusi yang asli tadi. Dengan perkataan lain, amandemen tersebut merupakan atau menjadi bagian dari konstitusinya. Sistem ini dianut oleh Amerika Serikat.
Menurut C.F Strong ada empat macam prosedur perubahan kosntitusi:
1.       Perubahan konstitusi yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan legislatif, akan tetap yang dilaksanakan menurut pembatasan-pembatasan tertentu. Perubahan ini terjadi melalui tiga macam kemungkinan.
    1. Pertama, untuk  mengubah konstitusi, sidang pemegang kekuasaan legislatif harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya sejumlah anggota tertentu (kuorum) yang ditentukan secara pasti
    2. Kedua, untuk mengubah konstitusi maka lembaga perwakilan rakyat harus dibubarkan terlebih dahulu dan kemudian diselenggarakan pemilihan umum. Lembaga perwakilan rakyat harus diperbaharui inilah yang kemudian melaksanakan wewenangnya untuk mengubah konstitusi.
    3. Ketiga, adalah cara yang terjadi dan berlaku dalam sistem majelis dua kamar. Untuk mengubah konstitusi, kedua kamar lembaga perwakilan rakyat harus mengadakan sidang gabungan. Sidang gabungan inilah, dengan syarat-syarat seperti dalam cara pertama, yang berwenang mengubah kosntitusi.
  1. Perubahan konstitusi yang dilakukan rakyat melalui suatu referendum. Apabila ada kehendak untuk mengubah kosntitusi maka lembaga negara yang diberi wewenang untuk itu mengajukan usul perubahan kepada rakyat melalui suatu referendum atau plebisit. Usul perubahan konstitusi  yang dimaksud disiapkan lebih dulu oleh badan yang diberi wewenang untuk itu. Dalam referendum atau plebisit ini rakyat menyampaikan pendapatnya dengan jalan menerima atau menolak usul perubahan yang telah disampaikan kepada mereka. Penentuan diterima atau ditolaknya suatu usul perubahan diatur dalam konstitusi.
  2. Perubahan konstitusi yang berlaku pada negara serikat yang dilakukan oleh sejumlah negara bagian. Perubahan konstitusi pada negara serikat harus dilakukan dengan persetujuan sebagian terbesar negara-negara tersebut. Hal ini dilakukan karena konstitusi  dalam negara serikat dianggap sebagai perjanjian antara negara-negara bagian. Usul perubahan konstitusi mungkin diajukan oleh negara serikat, dalam hal ini adalah lembaga perwakilannya, akan tetapi kata akhir berada pada negara-negara bagian. Disamping itu, usul perubahan dapat pula berasal dari negara-negara bagian.
  3. Perubahan  konstitusi yang dilakukan dalam suatu konvensi atau dilakukan oleh suatu lemabag negara khusus yang dibentuk hanya untuk keperluan perubahan. Cara ini dapat dijalankan baik pada Negara kesatuan ataupun negara serikat. Apabila  ada kehendak untuk mengubah konstitusi, maka sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dibentuklah suatu lembaga negara khusus yang tugas serta wewenangnya hanya mengubah konstitusi. Usul perubahan dapat berasal dari pemegang kekuasaan perundang-undangan dan dapat pula berasal dari pemegang kekuasaan perundang-undangan dan dapat pula berasal dari lembaga negara khusus tersebut. Apabila lembaga negara khusus dimaksud telah melaksanakan tugas serta wewenang sampai selesai,dengan sendirinya lembaga itu bubar.
C). Pengggantian UUD 1945
          Pro dan kontra penggantian UUD 1945 ini perlu penulis uraikan agar kita menyadari dimana sebenarnya posisi kita dalam bernegara .tanpa menyadari dimana posisi kita dalam bernegara. Penulis khawatir kita akan terjerumus kedalam situasi tanpa kepastian hukum yang akhir-akhir ini semakin berlarut. Atas dasar itu pro dan kontra terhadap penggantian UUD 1945 sekaligus menjadi menjadi semacam parame ter apakah reformasihukumyang diinginkan (reformis ) dapat terwujud atau tidak.
          Secaraumum ada tiga fenomena kelompok dalam melihat UUD 1945.pertama,mereka yang bersikukuh ingin tetap UUD 1945.pertama,mereka yang bersikukuh ingin tetap UUD 1945 tanpa ada perubahan (amandemen) apalagi penggantian. Kelompok ini berargumen bahwa dengan mengubah atau mengganti UUD1945 kita sebenarnya tidak memilki rasa nasionalisme. Ditambahkan materi-materi yang ada didalam UUD itu adalah telah sangat baik dan merupakan hasil pemikiran para founding fathers yang matang. Sehingga tak perlulah mengutak-atik UUD 1945;bagi mereka the spirit of natinalism jauh lebih penting daripada the spirit of contitutionalism itself.berada dalam kelompok ini natara lain  prof.Dimyati Hartono.
          Masih dengan pendirian UUD1945 tak perlu disentuh,ada kelompok yang berargumen bahwa secara konsepsional UUD 1945 itu sudah baik,yang salah dan tak mampu melaksanakan konstitusi itu justru faktormanusianya. Sehingga, faktor manusianyalah yang semestinya dipersoalkan. Dimasa orde baru kelompok model ini di sebut kelompok “status quo”.mereka cenderung tak dapat menerima apapun yang telah berjalan secara mapan diutak-atik(dipersoalkan).
          Kelompok ketiga adalah kelompok yang pro terhadapperubahan UUD 1945,karena tanpa penggantian akan terjadi stagnasi dalamkita bernegara. UUD1945 bukanlah kitab suci yang begitu dibuat berlaku abadi.Argumen kelompok ikedua dan ketiga ini realistis dan rasional,yang penting bagi mereka adalah tujuan konstitusi ata unegara untuk kemakmuran,mensejahterakan dan mensentosakan masyarakat dapat terwujud.[2]



BAB IV
PENUTUP
A.   Kesimpulan
Perkembangan hukum di Indonmesia  dari dulu hingga sekarang mengalami banyak perubahan dan perkembangan akan tetapi suasana politik ikut serta dalam perkembangan hukum itu sendiri sehingga mengakibatkan banyaknya hukum atau peraturan yang tidak memihak ke masyarakat, pada hal tujuan pembentukan hukum itu sendiri adalah untuk kepentingan negara dan masyarakat pada umumnya.
          perubahan konstitusi dan merubah karakter bangsa adalah solusi untuk menjadikan hukum itu lebih efektif dan baik karena dua hal tersebut saling berkaitan dimana konstitusi adalah pegangan utama negara yang bersipat mengikat dan menjadi rujukan dalam setiap pembentukan hukum. dan faktor manusia merupakan pelaksana atau subjek yang menjalankan hukum tersebut kalau dua hal tersebut berjalan dengan baiik antara konstitusi yang baik dan karakter manusia yang mentaatinya maka akan terjadi keselarasan untuk penegakan hukum dan meningkatkan kedisiplinan masyarakat.
          diakui ataupun tidak dengan hukum yang baik maka pelaksanakan ketatanegaraan akan baik pula begitupun sebaliknya hal ini karena hukum menuntun masyarakat kedalam kedisiplinan dalam berbangsa dan bernegara. oleh karenanya masih banyak PR bagi kita semua untuk bisa menggali hukum dan memahami karakter bangsa ini untuk mencari solusi terhadap hukum di indonesia sehingga bisa mencari solusi yang tepat untuk pembenahan hukum di indonesia demi terciptanya keadilan yang hakiki. wallahu’alam.





DAFTAR PUSTAKA

Djamali,R.Abdoel,Pengantar Hukum Indonesia,PT Raja Grafindo Persada,jakarta,1996.
Mas, Marwan,Pengantar Ilmu Hukum, PT Ghalia Indonesia,jkarta,2004.
Malian,Sobirin,Gagasan Perlunya Konstitusi Baru,UII Pers,Jogjakarta,2001.
http//ensiklopedi.com



















[1] Mas, Marwan,Pengantar Ilmu Hukum, PT Ghalia Indonesia,jkarta,2004.hal.136

[2] Malian,Sobirin,Gagasan Perlunya Konstitusi Baru,UII Pers,Jogjakarta,2001.

0 komentar:

Posting Komentar